Perjanjian Hudaibiyah

Telah sampai kabar kepada Rasulullah Saw bahwa Yahudi Khaibar dan kafir Quraisy Mekkah bersekutu untuk memerangi kaum muslimin di Madinah.
Menghadapi makar tetsebut, Rasulullah Muhammad Saw memilih untuk mengikat kafir Quraisy dengan perjanjian damai sehingga dengannya, persekutuan antara kafir Quraisy dan Yahudi Khaibar dapat dibatalkan, yang berarti satu ancaman besar terhadap kaum muslimin bisa dihindarkan.
Akan tetapi untuk mengikat perjanjian damai dengan kafir Quraisy Mekkah tidaklah mudah. Rasulullah Muhammad Saw menggunakan strategi dengan melakukan haji dan umrah berziarah mengunjungi Baitullah di bulan haram bersama kaum muslimin dan orang-orang musyrik yang diajak serta dalam umrah tersebut.
Benar saja perhitungan Baginda Rasul Saw, bahwa niatnya untuk mengunjungi Baitullah dalam kegiatan haji tersebut mendapatkan penentangan dan halangan yang kuat dari kafir Quraisy yang menganggap bahwa tujuan Rasul Saw yang berniat mengunjungi Baitullah dalam kegiatan haji hanyalah tipu daya Rasulullah Saw dalam upaya untuk masuk dan menguasai kota Mekah.
Alhasil kafir Quraisy menyiapkan bala tentara dibawah pimpinan Khalid bin Walid dan Ikrimah bin Abu Jahal untuk menghadang kedatangan rombongan haji Rasulullah Saw dan kaum muslimin serta kaum musyrikin yang ikut serta di dalamnya.
Untuk menghindari bentrok fisik dengan kafir Quraisy, Rasulullah Saw mencari jalan lain agar sampai dan bisa masuk ke kota Mekkah untuk menunaikan ibadah Haji, karena sejatinya konsensus internasional waktu itu melarang siapapun untuk menghalangi siapapun yang ingin berhaji di bulan haram.
Alhasil setelah melintasi jalan yang sempit diatas batu cadas, sampailah Rasulullah dan rombongannya di sebuah tempat yang bernama Hudaibiyah. Di sana Raulullah Saw berkumpul dengan kaum muslimin dan rombongan haji lainnya untuk kemudian menunaikan haji di kota Mekkah.
Akan tetapi, rombongan kaum muslimin tertahan di Hudaibiyah, tidak dapat melanjutkan masuk ke dalam kota Mekkah sebab telah dihadang oleh pasukan Khalid bin Walid dan Ikrimah bin Abi Jahal. Padahal seharusnya Rasulullah dan rombongan hajinya tidak boleh diadang dan dihalangi oleh siapapun sebab berniat datang berziarah ke Baitullah di kota Mekkah.
Pada saat genting tersebut, sebab Rasulullah Saw dan rombongan hajinya bersikukuh untuk masuk kota Mekkah untuk berhaji, sementara pasukan Khalid bin Walid mengadangnya. Akhirnya pihak kafir Quraisy mengirimkan utusan untuk memastikan maksud sesungguhnya kedatangan Rasulullah Saw datang ke kota Mekah, apakah betul-betul untuk berhaji ataukah untuk melakukan tipu daya untuk menguasai kota Mekkah melalui kegiatan haji.
Kafir Quraisy mengirimkan beberapa utusannya untuk bertemu Rasulullah Muhammad Saw untuk menanyakan maksud kedatangannya. Akan tetapi hasil investigasi utusan kafir Quraisy mengalami kebuntuan, sebab hasilnya tidak sesuai dengan keinginan kafir Quraisy.
Suasana semakin memanas, hingga akhirnya, Rasulullah Saw mengirimkan utusannya untuk melobi pemimpin Mekkah yaitu Abu Shofyan agar mereka memberikan izin kepada Rasulullah Muhammad Saw untuk masuk ke kota Mekah untuk berhaji.
Manakala utusan Rasulullah Saw yaitu Utsman bin Affan diutus masuk ke kota Mekkah untuk berunding terlalu lama dari tenggat waktu yang ditentukan Rasulullah Saw. Mengira Utsman ra telah dibunuh oleh kafir Quraisy, Rasulullah Saw pun memutuskan untuk bersiap menghadapi tantangan perang kafir Quraisy, dengan melakukan Baiaturridwan di Hudaibiyah.