Ramadhan dan Kekuasaan

Kekuasaan itu nikmat. Bahkan sebagian kalangan mengatakan bahwa kekuasaan itu nikmat tertinggi. Dengan kekuasaan maka kenikmatan harta didapat, kenikmatan wanita didapat, kenimatan tepuk tangan dan puluhan kenikmatan lainnya didapat.
Maka untuk mendapatkan kekuasaan, kaum komunis menggunakan segala acara. Kita ingat bagaimana pada 1965, PKI dengan cara-cara ganasnya meraih kekuasaan negeri kita. Lenin, Mao Ze Dong dan banyak tokoh-tokoh besar meraih kekuasaan dengan cara membunuh ribuan bahkan jutaan orang.
Nafsu kuasa ada pada manusia. Bila hal itu dituruti, maka manusia akan menghalalkan segala cara untuk meraihnya. Sebagaimana nafsu harta dan nafsu seks, maka nafsu itu mesti ada pengeremnya. Bila tidak, maka nafsu itu akan merusak orang lain, bahkan dirinya sendiri.
Baca juga: Ramadhan, Madrasah Pembersihan Jiwa
Maka Rasulullah Saw banyak mengingatkan tentang bahaya kekuasaan (yang diraih dengan non halal). Rasulullah mengingatkan, ”Dari Abu Dzar ra, ia berkata, “Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, mengapa engkau tidak memberiku kekuasaan (jabatan)?’ Beliau memegang pundakku dengan tangannya lalu bersabda, ‘Wahai Abu Dzar, sesungguhnya engkau adalah orang yang lemah dan kekuasaan itu adalah amanah. Sesungguhnya kekuasaan itu pada hari kiamat menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi orang yang mendapatkan kekuasaan tersebut dengan haknya dan melaksanakan kewajibannya pada kekuasaannya itu.” (HR Muslim)
Abu Hurairah ra meriwayatkan dari Nabi Saw, bahwa beliau bersabda, “Sesungguhnya kalian akan berambisi untuk mendapatkan kekuasaan, padahal kekuasaan itu akan menjadi penyesalan pada hari Kiamat. Kekuasaan itu enak di awalnya (dunia) seperti bayi yang diberi asi ibunya, namun tidak bagus di akhirnya (akhirat) seperti bayi yang disapih.” (HR Bukhari)
Di sini Rasulullah mengingatkan tentang bahaya kekuasaan. Kekuasaan dapat menjadi penyesalan di hari kiamat, bila diraih dengan cara haram dan tidak dijalankan dengan amanah.
Maka lihatlah Rasulullah dan para sahabat Ketika menjalankan kekuasaan. Rasulullah meski menjadi kepala negara di Madinah, Rasul tetap hidup sederhana. Padahal beliau mampu untuk membangun istana dan hidup bermewah-mewah, karena banyak sahabat Nabi yang kaya. Rasul makan sebagaimana para sahabat. Rasul bahkan sering bersedekah meski hidupnya sederhana.
Begitu juga kehidupan khalifah yang terkenal dengan dua Umar. Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz. Umar bin Khattab hidup sederhana meski kekuasaannya sudah mencapai Mesir dan Palestina. Umar pernah menolak makanan mewah yang diberi tamu, karena melihat rakyatnya belum pernah makan makanan yang mahal itu. Umar menghukum pejabat bawahannya yang hidup bermewah-mewah.
Umar bin Abdul Aziz juga sama hidupnya sederhana, meski kekayaan negara berlimpah. Umar melarang keluarganya mengambil uang atau makanan dari Baitul Mal. Umar menolak fasilitas negara untuk keluarganya. Fasilitas negara digunakan untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya.
Di masa dua Umar ini, kekuasaan dijalankan dengan Amanah. Kepala negaranya hidup sederhana, meski kekayaan negara berlimpah. Beda dengan kondisi negara kita saat ini. Para pejabatanya banyak hidup mewah, padahal kekayaan negara tipis bahkan minus (utang). Dan itulah memang rahasia sebuah negara. Negara tidak akan Makmur bila para pejabatnya hidup bermewah-mewah. Negara akan Makmur, bila para pejabatya hidupnya sederhana sebagaimana rakyatnya kebanyakan.
Ramadhan ini sebenarnya melatih kita menahan nafsu. Nafsu makan, nafsu minum, nafsu seks termasuk nafsu kuasa. Ramadhan ini melatih kita mengukur diri mampu tidak kita menjadi penguasa, bila Amanah itu diberikan. Bila mampu dan Amanah, maka kekuasaan itu bagus diambil. Bila tidak mampu, maka kekuasaan itu berikan kepada orang lain yang lebih mampu.
Masalahnya kita saat ini hidup dalam alam materialisme. Alam yang memandang penampilan fisik, status dan jabatan sebagai kemuliaan. Jabatan presiden dan menteri misalnya dipandang lebih mulia dari guru. Jabatan gubernur dan walikota dipandang lebih mulia dari pedagang dan seterusnya. Padahal ukuran kemuliaan dalam Islam adalah amal shalih, bukan jabatan.