RESONANSI

Anies Menyoal Kemandirian Kedaulatan NKRI

Visi dan misi kedaulatan rakyat yang beriringan dengan kepentingan implementasi di bidang ipoleksosbudkum sudah dikendalikan seluruhnya oleh “tali kekang” rezim penguasa yang “kaku dan keras” dikarenakan “rakus dan serakah”.

Kedaulatan ideologi Pancasila sebagai landasan dan pedoman ideal, sesungguhnya sudah dikesampingkan sangat jauh-jauh hanya menjadi bahasa “jargon” dan “propaganda” rezim.

Sedangkan, kedaulatan politik sudah menjelma menjadi negara otoritarian. Presiden memerintah secara otoriter. Semua lembaga dan komisi tinggi negara dibelenggu, termasuk TNI dan Polri, tersentralisasi atas komando dan kepentingan istana.

Apalagi kedaulatan ekonomi lebih parah: terkunkung dan dikunkung oleh kepentingan oligarki korporasi, tidak saja quasi secara finansial, penguasaan produk material SDA, bahkan juga terhadap faktor-faktor produksi, termasuk tenaga kerja dan SDM telah mengalami penyimpangan dengan alasan atas nama investasi sebagaimana penerapan UU cacat hukum Omnibuslaw.

Dan itu berporos dan semakin ketergantungan ke ekonomi komunis gaya baru RRC yang lebih “rakus” dan “serakah” dari sekadar eksploitasi ekonomi liberal kapitalistis.

Maka, kedaulatan sosial pun semakin ambruk dan mengenaskan, manakala realitas kesenjangan sosial menjadi jurang yang semakin menganga. Yang kaya semakin kaya, sementara yang miskin semakin miskin.

Terjadilah disparitas harapan menggapai kesejahteraan rakyat secara adil yang sesungguhnya menjadi tugas dan kewajiban negara semakin terpinggirkan dan terabaikan.

Akibatnya, kedaulatan relasi budaya dengan hukum itu bukan mengacu kepada kekuatan dan semangat integritas, loyalitas, disiplin ketaatan dan kepatutan, melainkan kepada sifat dan sikap penerabasan dan penabrakan terhadap rambu-rambu hukum menjelmakannya dengan tanpa rasa malu budaya korupsi, kolusi dan nepotisme bertumbuh secara “masif” dan berjemaah nyaris di seluruh strata dan struktur pemerintahan negara.

Padahal, itu berakibat bak sel kanker tengah menggerogoti “anatomi dan rangka tubuh” negara yang bisa menjadi koma menyongsong ajalnya.

Jadi ketika ada momentum kalibrasi demokrasi, sesuai konstitusi kekuasaan rezim Jokowi harus berakhir, maka Anies Rasyid Baswedan yang direkrut oleh Partai Nasdem menjadi bacapres di Pilpres 2024 untuk mewujudkan restorasi perubahan Indonesia, bukan sekadar bahasa “jargon” dan “propaganda” tadi.

Sesuai misi yang diembannya Anies harus tunjukkan kepada rakyat tidak saja komitmen kesungguhan dan kebenaran atas perubahan itu, mencangkup pula tanggung jawab dan kekuatan militansinya mengingat besarnya hambatan, gangguan dan godaan yang bak gelombang tsunami untuk melaksanakannya.

Apalagi angin dan gelombang perubahan itu tengah deras berhembus meniup “sangkala” Khatulistiwa di seluruh pelosok Nusantara.

Laman sebelumnya 1 2 3 4Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button