INTERNASIONAL

Bekas Presiden Ashraf Ghani Minta Maaf

Dubai (SI Online) – Bekas presiden Afghanistan, Ashraf Ghani, mengakui penyesalannya yang mendalam atas bagaimana kepresidenannya berakhir setelah dia melarikan diri dari Kabul ketika Taliban mengepung kota itu.

Ia juga kembali membantah tudingan jika dirinya membawa kabur dengan membawa uang jutaan dolar.

Dalam pernyataan di akun Twitternya, pemimpin Afghanistan yang digulingkan itu mengatakan bahwa ia berutang penjelasan kepada warga Afghanistan karena meninggalkan Kabul secara tiba-tiba pada 15 Agustus setelah Taliban mendekati ibu kota. Ashraf mengaku pergi atas saran keamanan istana.

Baca juga: Ashraf Ghani Klaim Diusir dari Afghanistan dan Bantah Bawa Duit Banyak

“Meninggalkan Kabul adalah keputusan paling sulit dalam hidup saya,” tegas Ghani, tetapi bersikeras bahwa langkah itu adalah satu-satunya cara untuk membungkam senjata dan menyelamatkan ibu kota serta enam juta warganya seperti dikutip dari Russia Today, Kamis (9/9/2021).

Ghani kemudian mengecam tuduhan tak berdasar bahwa dia telah melarikan diri dari negara itu dengan jutaan dolar milik rakyat Afghanistan, mengatakan bahwa tuduhan itu sepenuhnya salah.

Ia menambahkan, korupsi adalah wabah dan memeranginya adalah elemen penting dari kepresidenannya karena ia telah mewarisi monster yang tidak dapat dengan mudah atau cepat dikalahkan.

Ghani pun mengatakan dirinya akan menyambut baik penyelidikan resmi oleh PBB atau badan internasional lainnya untuk membuktikan bahwa dia tidak bersalah.

Pemimpin yang digulingkan itu mengakhiri pernyataannya dengan meminta maaf kepada rekan senegaranya atas bagaimana masa kekuasaannya telah berakhir.

“Dengan penyesalan yang amat sangat dan mendalam bahwa bab saya sendiri berakhir dengan tragedi yang sama dengan pendahulu saya – tanpa memastikan stabilitas dan kemakmuran,” katanya.

Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri Uni Emirat Arab (UEA) pada 18 Agustus mengumumkan bahwa Ghani dan keluarganya telah diizinkan masuk ke negara itu atas dasar kemanusiaan setelah pemimpin itu mundur.

Laporan awal menyatakan bahwa dia telah pergi ke Tajikistan di dekatnya, tetapi tidak diizinkan untuk mendarat, mendorongnya untuk pergi ke Oman, dan kemudian ke UEA.

red: a.syakira

Artikel Terkait

Back to top button