Dubes AS Kritik Pasal Perzinaan, HNW: Hormati Indonesia, Jangan Intervensi Kedaulatan Hukumnya
Jakarta (SI Online) – Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengkritik komentar Duta Besar Amerika Serikat Sun Yong Kim yang mengkritik keras larangan zina atau kumpul kebo dan LGBT dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru disahkan oleh DPR dan Pemerintah.
Hidayat meminta agar Dubes AS menghormati kedaulatan Indonesia dan tidak mencampuri urusan dalam negeri Indonesia apalagi bila itu intervensi atas kedaulatan hukum Indonesia.
“Mestinya Dubes AS masih ingat, Indonesia negara berdaulat dan negara hukum yang konstitusinya mengatur hak asasi manusia dengan jelas. Jadi, seharusnya Dubes AS melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai Duta Besar dan karenanya menghormati negara di mana dia bertugas, dan tidak malah mencampuri urusan dalam negeri, apalagi mengintervensi kedaulatan Indonesia, dengan amcaman soal HAM dan investasi,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Jumat (9/12/2022).
Hidayat yang juga anggota DPR dari Dapil Jakarta II meliputi Jakarta Selatan, Jakarta Pusat dan Luar Negeri, mengatakan bahwa Konstitusi yang berlaku di Indonesia menghadirkan ketentuan yang spesifik terkait Agama dan HAM, itu antara lain tegas dinyatakan di Pasal 29, juga Pasal 28J ayat (2) UUD NRI 1945, yang secara tegas menyebutkan bahwa terdapat batasan-batasan HAM yang berlaku di Indonesia, salah satunya adalah nilai-nilai agama.
“Ketentuan larangan berbagai bentuk zina atau kumpul kebo atau laku LGBT yang disepakati oleh Pemerintah dan seluruh Fraksi di DPR tanpa kecuali itu, antara lain merupakan wujud dari pelaksanaan Pasal 28J ayat (2) tersebut,” ujar pria yang akrab disapa HNW itu.
Lebih lanjut, HNW yang anggota Komisi VIII DPR yang antara lain mengurusi masalah Agama dan Sosial menambahkan, Dubes AS untuk RI itu seharusnya menghormati dan tidak mengintervensi, apalagi menakuti-nakuti dengan isu investasi. Setiap negara memiliki kedaulatannya sendiri dan akan melaksanakan atau memproteksi secara konstitusional nilai apa yang diyakni oleh masyarakatnya.
“Contohnya Rusia yang membuat UU melarang LGBT. Apakah AS juga mengkritik keras kebijakan Putin yang sahkan UU Anti LGBT, dan menakut-nakuti nya dengan isu HAM dan investasi?” tukasnya.
HNW menyatakan sudah tidak zamannya lagi pemaksaan nilai kepada negara lain, seperti yang dilakukan oleh AS. Hal tersebut dapat dikategorikan sebagai tindakan imperalisme HAM yang tidak sesuai dengan prinsip demokrasi dan penerapan HAM yang perlu dilakukan melihat aspek lokalitas.
Ia menuturkan seharusnya AS dapat mencontoh FIFA yang menghormati nilai-nilai yang diyakini dan berlaku di masyarakat Qatar dalam perhelatan piala dunia, terkait aturan minuman keras dan larangan kampanye LGBT. Dan ternyata ketika itu dilaksanakan/diikuti termasuk oleh tim sepakbola AS, hasilnya positif saja untuk mewujudkan HAM dengan saling menghormati HAM pihak yang lain.
“Jadi, daripada sibuk mengurusi urusan negara lain, lebih baik dubes AS fokus untuk mengkritisi negerinya sendiri, seperti kekhawatiran pemuka agama di sana terkait dengan konsekuensi diakuinya perkawinan sejenis sehingga menimbulkan beberapa pastor protection act di beberapa negara bagian. Atau agar di AS, benar-benar dilaksanakan secara konsekuen seperti terhadap warga penduduk asli (native american) Amerika Serikat, masyarakat kulit hitam yang berkampanye Black Lives Matter atau kulit berwarna lainnya. Fokus saja memberikan keadilan HAM kepada mereka. Itu jauh lebih urgen dan terhormat,” sarannya lagi.
HNW berharap Pemerintah Indonesia atau Kementerian Luar Negeri untuk segera memanggil Dubes AS tersebut karena sudah melampaui kewenangan dan tugas diplomatiknya, dengan secara terbuka mencampuri urusan domestik Indonesia.