Fufufafafifi Hi Hi hi Menertawakan Jokowi
Akun Fufufafa masih ramai dibicarakan khususnya di media sosial. Belum juga keduanya dilantik tetapi serangan “Wapres” kepada “Pres” sangat sengit dan brutal. Meski berjangka waktu jauh ke belakang namun ternyata potensial berdimensi jauh ke depan. Hubungan “Pres” dan “Wapres” akan saling menekan dan membunuh.
Awalnya ramai isu jabatan Prabowo hanya dua tahun setelah itu diambil Gibran. Terjadi sesuatu pada Prabowo. Tentu dengan asumsi bahwa Jokowi masih kuat. Tetapi Prabowo bisa saja berprinsip “kill or to be killed”. Ketika demikian maka keduanya saling intip untuk saling mematikan.
Penarikan Gibran menjadi pasangan Prabowo saat bertarung melawan Ganjar Mahfud dan Anies Muhaimin sesungguhnya bernuansa psiko-politis dalam arti tarikan psikologis Jokowi agar dengan segala cara membantu Prabowo. Dengan otoritas Jokowi maka Gibran yang tidak memenuhi syarat dapat lolos. Cacat-cacat wajah di “make up” sangat menor.
Kemenangan Prabowo Gibran yang kontroversial akibat Bansos, Sirekap dan kerja MK masih dapat ditutup sepanjang Jokowi dan Prabowo solid. Megawati yang uring-uringan dan potensial menjadi oposisi harus diredam. Prabowo bisa bermain janji untuk beberapa posisi. Pandangan pendek Megawati mungkin diolah Prabowo dengan berkolaborasi untuk menyingkirkan Jokowi.
Kini segitiga bermuda anomali sedang dimainkan dengan adu kuat untuk saling menenggelamkan. Jokowi harus tetap mengendalikan Prabowo dan mengancam Megawati. Ia mungkin merasa masih punya Cina dan Polisi. Megawati menekan Jokowi untuk membongkar perkeliruan sang petugas partai dengan menempel Prabowo. Adapun Prabowo cari alasan untuk mendepak Jokowi melalui celotehan Gibran.
Artefak Fufufafa ditemukan meski harus dibuat anomali dahulu. Prabowo tenang menghadapi konten 5000-an tulisan. Pakar Telematika Roy Suryo yakin 99,99 % akun itu milik Gibran. 70 % tulisan menyerang Prabowo. Kini Prabowo punya senjata yang kapan saja dapat digunakan untuk memukul Jokowi dan Gibran. Jokowi sudah jadi bebek lumpuh (lame duck) bahkan bebek sekarat (dying duck). Adakah Fufufafa itu kebetulan atau temuan sengaja? Yang jelas tukang sandera kini tersandera.
PKS juga diserang Fufufafa tapi masih takut untuk melawan, maklum sedang membebek. Alih-alih melaporkan Fufufafa malah seperti tak ada kerjaan justru melaporkan ke Polisi media Islam “Ar Rahmah”. Alasannya pencemaran. PKS menambah ruang untuk dijauhi dan dimusuhi umat Islam. PKS sedang menjadi bebek bingung (confused duck). Kasus Pilkada Jakarta telah membuat PKS menjadi bebek cengeng (crybaby duck).
Di lapangan rakyat sudah berteriak “Mulyono” dan “bajingan”. Sebentar lagi teriakan “tangkap” dan “adili” akan menggema di mana-mana. Oposisi dan rakyat yang telah berjuang lama untuk makzulkan, tangkap dan adili akan menemukan momentum. Tangkap dan adili Jokowi merupakan satu keniscayaan. Dan hal itu semakin dekat.
Sudah saatnya dosa-dosa politik Jokowi diinventarisasi dan dituangkan dalam narasi yang menuju pada pemenuhan rumusan delik. Penyertaan anggota keluarga juga perlu dicermati. Korupsi, pelanggaran hak asasi, pengkhianatan negara, kebohongan publik, hingga hutang luar negeri dan politik dinasti menjadi teropongan hukum.
Jokowi mulai panik dan sedang mengalami sekarat politik (political dying). Menghitung mundur (count down) itu sungguh menakutkan. Seperti langkah lunglai seorang terhukum yang sedang berjalan menuju ke tiang gantungan. Pucat dengan mulut komat-kamit. Entah mantera apa yang dibaca. Yang jelas perbuatan buruk pasti berujung buruk.
Fufufafa sang putra telah membuat mati berdiri.
Penghapusan data justru memperbanyak alat bukti.
Fufufafafifi hi hi hi mentertawakan Jokowi. Rencana rapi dibuat wara-wiri.
Penyesalan pun menjadi tidak berarti.
Hi hi hi…Jokowi Jokowi.[]
M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 14 September 2024