H. Agus Salim: Diplomat Indonesia Terbaik
Yang dikatakan oleh Kasman tadi mempunyai arti seni sastra, kalau dikatakan dalam bahasa Belanda. Dalam Bahasa Belanda ada dua perkataan yang bunyinya sama, tapi ditulis berbeda, yaitu leiden artinya memimpin dan lijden artinya menderita. Waktu itu Kasman berkata,”Eeen Leidersweg is een lijdensweg. Leiden is lijden.” Kasman waktu itu sudah menunjukkan bakat seorang pemimpin. Ia suka mengatakan kalimat-kalimat bersayap. Dan ia mengatakan dengan suara yang agak lain dengan tekanan lebih tegas.
Di kemudian hari, akan terbukti bahwa yang Kasman katakan itu, mengandung ramalan tentang diri sendiri. Dalam hidupnya ia sudah empat kali dimasukkan penjara oleh yang berkuasa, sekali oleh rejim Belanda, tiga kali di bawah rejim Soekarno. Dua kali ia dibebaskan oleh pengadilan dan dua kali dihukum. Soalnya bukan karena kejahatan, tapi karena yang ia katakana. Kasman memang seorang yang senang dan pandai bicara. “Score” nya masih lumayan: 2 lawan 2. Memang penderitaan yang dialami oleh seorang pemimpin terutama di waktu penjajahan Belanda adalah dimasukkan penjara. Tapi itu tidak berarti bahwa pemimpin tidak hidup berbahagia, bahagia dalam keluarga, bahagia hidup bercita-cita.” (Lihat Mohamad Roem, Bunga Rampai dari Sejarah 3, Bulan Bintang, 1983).
Roem, mantan Wakil Perdana Menteri RI ini sangat kagum dengan Haji Agus Salim. Ia katakan, ”Semua yang mengenai Haji Salim menarik perhatian penulis, karena lain dari yang lain. Rumahnya rumah kampung, dengan meja kursi sangat sederhana, lain dari yang penulis duga dari orang yang sudah terkenal.
Pakaiannya pun lain dari yang biasa dipakai orang…Haji A Salim memakai pakaian menurut model sendiri. Kesan pertama bukan piyama dan bukan pakaian untuk pergi ke luar rumah. Bahannya lebih tebal dari bahan piyama tapi modelnya lebih dekat piyama. Potongan bajunya seperti kemeja, tapi dipakai di luar celana dan tidak pakai jas lagi. Pakaian Haji Salim mendekati pakaian yang kita pakai di tahun-tahun pertama di Yogya.
Yang paling menarik ia memakai tarbus warna merah dengan kucir hitam. Tarbus ini umumnya dipakai oleh golongan Arab dan keturunannya. Tarbus itu dipakai sampai saat umat Islam di Hindia Belanda di tahun tiga puluhan mengadakan aksi boikot barang-barang Italia, karena kekejaman-kekejaman yang dijalankan bangsa Italia terhadap orang Islam di Tripoli. Tarbus adalah “made in Italy.” Pada demonstrasi itu juga ada seorang pemilik mobil Fiat membakar mobilnya. Sejak itu Haji A Salim menciptakan kopiah model sendiri, dibuat dari kain hijau (kain serdadu), yang ia namakan pici model OK.”
Roem bila datang ke rumah Haji Salim senantiasa mendapat pelajaran-pelajaran baru dan petunjuk-petunjuk.
“Tentang ini di kemudian hari hampir semua orang akan mengatakan bercakap-cakap dengan Haji A Salim berarti mendengarkan pembicaraan yang brilyan,” terang Roem yang mengikuti jejak diplomat Salim.
Nuim Hidayat, Penulis Buku “Sayid Qutb Biografi dan Kejernihan Pemikirannya.”