Hadapi Teror Zionis di Al-Aqsha, BKSAP DPR Sampaikan Empat Usulan
Jakarta (SI Online) – Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadli Zon menilai Israel kembali melecehkan komunitas internasional melalui aksi provokatif yang dilakukan oleh Menteri Keamanan Nasional, Itamar Ben-Gvir. Tokoh sayap kanan yang sejak lama dikenal sebagai pendukung ekstremisme dan terorisme Zionis tersebut pada hari Kamis, 27 Juli 2023 kemarin telah membuat marah dunia.
Ben-Gvir diketahui membawa ribuan ekstremis Yahudi untuk merayakan ibadah puasa tahunan Tisha B’Av, di kompleks Masjid Al-Aqsa yang merupakan tempat suci bagi umat Islam. BKSAP DPR RI mengutuk keras aksi provokatif Ben-Gvir yang telah memperuncing konflik dan membahayakan status quo di situs bersejarah dan suci yang ada di Kota Yerusalem tersebut.
“Kita melihat bahwa aksi biadab tersebut bukan hanya telah dikecam oleh dunia Islam, melainkan juga oleh dunia Barat, yang menandakan aksi tersebut memang telah melecehkan komunitas internasional secara keseluruhan,” ujar Fadli dikutip dari Parlementaria, Ahad (30/7/2023).
Fadli menjelaskan, Zionis menyebut kompleks Al Aqsa sebagai Temple Mount. Di dalam kompleks itu, selain berdiri Masjid Al-Aqsa, berdiri pula sejumlah situs suci seperti Dome of the Rock. Di bagian luar, ada Tembok Ratapan yang menjadi tempat suci bagi orang Yahudi. Sehingga secara tradisional orang Yahudi biasa pergi mengunjungi Tembok Ratapan, yang berada di tembok luar kompleks Al-Aqsa, termasuk ketika perayaan Tisha B’Av.
“Namun, Israel juga mengetahui bahwa sejak 1967 umat Islam adalah satu-satunya pihak yang mempunyai hak untuk beribadah di Komplek al-Aqsa, sementara penganut agama lain, termasuk Yahudi, hanya bisa berkunjung saja, tak boleh beribadah di sana. Ini adalah hasil dari perjanjian internasional yang dihormati sebagai status quo agar konflik Israel-Palestina tidak terus meruncing. Pelanggaran terhadapnya merupakan bentuk pelecehan terhadap komunitas internasional,” tegasnya.
Belakangan, pemerintah Israel telah melanggar status quo tersebut dengan memperbolehkan orang-orang Yahudi datang ke kompleks Al-Aqsa untuk beribadah. Menurut Fadli, tindakan provokatif semacam itu jelas telah menjadikan Al-Aqsa sebagai bara api panas di tengah perseteruan Israel-Palestina.
“Celakanya, pelecehan terhadap komunitas internasional ini bukan kali pertama dilakukan Itamar Ben-Gvir. Aksi premanisme yang dilakukannya di Al-Aqsa hari Kamis kemarin adalah yang ketiga kalinya,” ucapnya.
Aksi Ben-Gvir ini, kata Fadli, sepertinya mewakili watak rezim Presiden Benjamin Netanyahu yang anti-perdamaian dan mendukung ekstremisme Yahudi. Dia menilai banyak gestur rezim ini yang menunjukkan hal itu, yang sengaja ingin melawan dunia internasional.
“Saya setidaknya mencatat ada tiga contoh aktual yang membuktikan hal tersebut. Pertama, Dubes Israel di PBB baru saja menegaskan bahwa tak ada Hak Kembali untuk para pengungsi Palestina. Kedua, pelolosan RUU Reformasi Pengadilan yang akan membatasi Mahkamah Agung Israel oleh Knesset, parlemennya Israel. RUU tersebut akan memberikan keleluasaan bagi rezim Netanyahu untuk melakukan aksi apapun, termasuk yang tak masuk akal, terkait warga Palestina. Dan ketiga, Israel masih terus melakukan pembangunan permukiman-permukiman ilegal kendati dikecam oleh dunia internasional. Ketiga hal itu menjadi bukti kuat watak anti-perdamaian Israel,” paparnya.
Terkait situasi Palestina terkini tadi, BKSAP DPR RI menawarkan tiga usulan langkah konkret. Pertama, dunia harus bisa mendesak Presiden Netanyahu untuk segera mencopot Itamar dan menyeretnya ke pengadilan karena telah melakukan berbagai pelanggaran, termasuk melanggar hukum internasional.
Kedua, DK PBB harus segera mengambil langkah konkret termasuk mengimplementasikan resolusi-resolusi PBB terkait Yerusalem, terutama Resolusi 242 tahun 1967, di mana Israel diperintahkan untuk menarik pasukannya dari wilayah pendudukan yang dikuasai pada perang 1967, termasuk dari timur Kota Yerusalem.
Ketiga, penguatan peran kustodiansi Yordania atas Al-Aqsa yang saat ini hanya bersifat simbolis, di mana pada kenyataannya Yerusalem Timur sekarang ini sepenuhnya berada di bawah kontrol Israel. Padahal, sejak 1924 pemerintah Yordania seharusnya menjadi penjaga bagi tempat-tempat suci di Yerusalem, termasuk sebagai negara penjamin atas hak-hak beragama kaum Muslim, Kristen, serta Yahudi di kota itu.
Dan keempat, aksi premanisme terstruktur Israel sebenarnya merupakan alasan kuat bagi dunia internasional untuk segera mengirimkan pasukan penjaga perdamaian ke Yerusalem. Sangat aneh, tegas Fadli, jika wilayah konflik seperti Yerusalem ini tidak dijaga oleh pasukan perdamaian PBB.
“Sepanjang tahun 2023 ini pasukan Israel telah membunuh lebih dari 200 warga Palestina dan menangkap lebih dari 3.900 orang. Baru-baru ini militer Israel juga telah membunuh seorang anak berusia 14 tahun di Tepi Barat. Tidak sepantasnya kita berdiam diri menyaksikan kekejaman Israel tersebut,” pungkasnya. *