INTERNASIONAL

Hampir 1.100 Bayi Palestina Meninggal Akibat Serangan Zionis Israel sejak 2023

Jalur Gaza (SI Online) – Hampir 1.100 bayi Palestina meninggal akibat serangan Israel ke Jalur Gaza yang tak kunjung berhenti sejak 7 Oktober 2023.

Otoritas media pemerintah Gaza pada Rabu (01/01/2025) menyebut 1.091 bayi, termasuk 238 bayi yang baru lahir, kehilangan nyawanya selama satu tahun lebih agresi Israel.

Otoritas setempat pada Senin (30/12) menyebut sekurangnya tujuh orang, termasuk enam bayi, meninggal akibat terpapar cuaca dingin di Gaza di tengah blokade Israel.

Selamatkan bayi-bayi di Gaza

Sementara itu, Dana Anak-Anak PBB (UNICEF) kembali mendesak adanya gencatan senjata segera di Gaza untuk mencegah lebih banyak bayi meninggal akibat kedinginan di tengah genosida Israel.

Melalui platform X pada Selasa (31/12), UNICEF mengumumkan bahwa tujuh bayi meninggal karena kedinginan di Jalur Gaza dalam beberapa hari terakhir.

Badan itu mengatakan, kendati pihaknya telah mengirim pakaian musim dingin dan selimut kepada keluarga Palestina, kebutuhan mereka sangat besar.

Hal itu lantaran sebagian besar warga Gaza yang mengungsi belum mempunyai tempat berlindung yang layak dan kebutuhan pokok lain selama cuaca dingin ekstrem.

Desakan UNICEF itu muncul ketika sejumlah daerah di Gaza diterjang banjir dalam beberapa hari terakhir, yang menambah kesengsaraan bagi mereka yang sudah hidup dengan kondisi yang tidak manusiawi.

Sejumlah laporan melansir bahwa banjir telah merendam puluhan tenda pengungsi di Kota Deir al Balah, al-Mawasi, dan Khan Younis.

Sebelumnya, UNICEF mengumumkan bahwa 2024 menjadi tahun terburuk bagi anak-anak ketika sekitar 473 juta anak tinggal di zona perang di seluruh dunia, termasuk Gaza. Angka itu setara dengan satu dari enam anak di dunia.

“Dari hampir semua tolak ukur, 2024 menjadi salah satu tahun terburuk dalam sejarah UNICEF bagi anak-anak yang terjebak di zona konflik, baik dari segi jumlah anak yang terdampak maupun dampaknya terhadap kehidupan mereka,” kata Direktur Eksekutif UNICEF, Catherine Russell. []

Artikel Terkait

Back to top button