PARENTING

Hati-Hati dengan Lisanmu Wahai Ibu

Teringatlah kita pada sebuah kisah legenda nusantara, Malin Kundang. Dia tidak mau mengakui ibunya tersebab sang ibu yang miskin, sedang Malin telah menjelma menjadi saudagar kaya raya. Karena tersakiti oleh ulah Malin Kundang, sang ibu pun melontarkan kutukan yang tanpa ia sadari dan langsung terjadi, Malin Kundang berubah menjadi batu.

Meskipun cerita ini hanya merupakan cerita rakyat (legenda) yang turun temurun dan tak jelas keabsahannya, tapi bisa kita ambil hikmahnya, doa ibu mampu menembus langit, apalagi saat sang ibu merasa tersakiti oleh anaknya.

Adapun kisah nyata yang terjadi pada masa Rasulullah, kisah seorang pemuda yang bernama Alqomah. Dia adalah orang yang rajin ibadah, senantiasa mendirikan shalat, tekun berpuasa dan gemar bersedekah. Namun kala di penghujung hidupnya, saat menghadapi sakaratul maut, beliau tak bisa mengucapkan syahadat. Telah berhari-hari Alqomah tersiksa karena maut tak kunjung datang untuknya. Karena iba atas penderitaan suaminya, istri Alqomah pun mengirim utusan kepada Rasulullah.

Ketika mendengar kisah tersebut Rasulullah pun bertanya, “Apakah dia masih memiliki kedua orang tua?” Lalu utusan itu pun menjawab, “Ada wahai Rasulullah, dia masih mempunyai ibu yang sudah tua.” Kemudian Rasulullah memerintahkan sahabat untuk menemui ibunda Alqomah dan menanyakan perihal anaknya. Ternyata didapati bahwa ibunda Alqomah menyimpan kemarahan kepada anaknya dikarenakan putranya lebih mengutamakan istrinya dibandingkan dirinya. Itulah sebabnya mengapa lisan Alqomah tak bisa mengucapkan syahadat. Maka Rasulullah memerintahkan agar Alqomah dibakar di hadapan ibunya.

Namun, hati ibu mana yang tega melihat anaknya dibakar hidup-hidup karena maut tak kunjung menjemputnya. Ibunda Alqomah pun menangis dan memaafkan putranya itu. Setelah sang ibu ridha memaafkan, Alqomah pun mampu mengucap syahadat dan dia pun wafat. Begitulah wahai ibu, sungguh amarah seorang ibu yang meski tak terucap akan tetap diperhitungkan oleh Allah. Karena ibu adalah salah satu pintu surga terdekat bagi anak-anaknya, doanya menembus langit, murkanya menjadi murka Allah. Sebagaimana dalam sebuah hadits, “Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung pada murka orang tua.” (HR At-Tarmidzi)

Ada satu kisah lagi, saat sang ibu murka beliau justru mendoakan kebaikan bagi anaknya dan atas izin Allah doa itupun terkabul. Alkisah dalam sebuah rumah sederhana, ada seorang anak kecil yang hidup bersama ibu dan bapaknya. Suatu ketika rumah itu kedatangan seorang tamu, mereka pun menyiapkan segala sesuatunya untuk menyambutnya. Sang ibu pun mulai memasak dan menyajikan makanan itu ke atas meja makan. Namun saat mereka pergi sebentar, anak mungilnya itu menggenggam pasir dan ditaburkanlah pasir itu ke atas makanan yang tersaji. Sang ibu kesal kemudian memarahi anaknya dan berkata, “Pergilah kamu, biarlah kamu menjadi imam di haramain.”

Subhanallah sungguh luar biasa, waktu pun berlalu, ternyata anak itu benar-benar menjadi imam di Masjidil Haram. Anda tahu siapa anak kecil itu? Ya beliau adalah Syeikh Abdurrahman as-Sudais, Imam Masjidil Haram yang nada tartilnya menjadi favorit kebanyakan kaum Muslimin di seluruh dunia.

Berkat doa ibunda di kala marah yang benar-benar mustajab itu kini ia benar-benar menjadi seorang imam. Dan semua umat Muslim dari seluruh yang pernah berkunjung ke masjidil haram tentu tahu siapa beliau.

Dari kisah-kisah di atas, bisa menjadi sebuah pelajaran bagi para ibu agar menjaga lisannya di kala marah dan senantiasa mendoakan yang baik kepada anak dalam keadaan apapun. Jangan pernah katakan yang buruk kepada mereka karena setiap ucapan ibu adalah doa.

“Janganlah kalian mendoakan (keburukan) untuk dirimu sendiri, begitu pun untuk anak-anakmu, pembantumu, juga hartamu. Jangan pula mendoakan keburukan yang bisa jadi bertepatan dengan saat dimana Allah mengabulkan doa kalian…” (HR. Abu Dawud).

Dian Salindri
Anggota Tim Komunitas Muslimah Menulis

Artikel Terkait

Back to top button