OPINI

Kebijakan Dakwah Walisongo terhadap Majapahit

Sejalan dengan melemahnya Kerajaan Majapahit, Wali Sanga (Walisongo) menyiapkan berdirinya Kerajaan Islam di Tanah Jawa, yakni Kerajaan Demak. Raja pertamanya adalah Raden Patah, putra Raja Majapahit. Perancang berdirinya Kerajaan Islam Demak adalah Raden Rahmat (Sunan Ampel), yang juga guru dari Raden Patah. (Prof. Dr. Abubakar Aceh. Sejarah Sufi dan Tassawuf. Lihat juga MB. Rahimsyah, Legenda dan Sejarah Lengkap Walisongo. (Amanah, Surabaya, tth).

Wali Sanga adalah sebuah majlis dakwah. Nama “sanga” tidak selalu menunjukkan jumlah bilangan “sembilan”. Secara umum para wali yang tergabung di dalamnya adalah Sunan Gesik (Maulana Malik Ibrahim), Sunan Ampel (Raden Rahmat), Sunan Bonang (Makdum Ibrahim), Sunan Drajad (Raden Qasim), Sunan Kalijaga (Raden Sahid), Sunan Muria (Umar Said), Sunan Kudus (Ja’far Shadiq), dan Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Gresik sendiri malah tidak memasukkan Sunan Gresik sebagai anggota Wali Sanga. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pergantian struktur bisa saja terjadi setiap ada wali yang meninggal. Sebagai contoh pasca wafatnya Sunan Gresik, Raden Patah atau Sunan Kota kemudian masuk menjadi elit Wali Sanga. (Ibid)

Pasca wafatnya Sunan Gresik, Sunan Ampel diangkat sebagai sesepuh Wali Sanga yang berperan sebagai mufti dan pimpinan agama se-tanah Jawa. (Ibid). Walaupun Sunan Ampel telah merancang pendirian Kesultanan Islam Demak, namun Sunan Ampel membuat fatwa untuk tidak menyerang Majapahit. Alasannya, di antara sekian putra Majapahit, hanya Raden Patah saja yang akan sesuai untuk menggantikan tahta ayahnya. Selain itu jika terjadi serangan Demak atas Majapahit akan menimbulkan fitnah dan presenden buruk di masa yang akan datang.

Fatwa tersebut sempat memantik konflik ringan, dimana muncul faksi Tuban yang terdiri dari kalangan ulama muda. Mereka berharap Islamisasi Jawa dilakukan secara revolusioner dengan mempercepat runtuhnya Majapahit melalui serangan dadakan. Pertentangan kecil ini dapat diredam. Semua pihak akhirnya dapat menerima keputusan fatwa dari mufti besar mereka.

Pada masa Sunan Ampel, selain anggota elite Wali Sanga, ada juga tim atau satuan tugas untuk urusan dakwah tertentu. Di antaranya adalah santri sangalas (artinya: santri sembilan belas) dan santri rolikur (artinya: santri dua puluh dua). Juga terdapat ulama-ulama lain yang tidak masuk dalam struktur elite Wali Sanga, misalnya Sunan Bayat (Bupati Semarang) dan Sunan Geseng.

Ada pun setiap anggota elite majelis dakwah Wali Sanga memiliki tugas secara khusus sebagai berikut: (1) Sunan Ampel sebagai pucuk pimpinan Wali Sanga, mufti besar, dan ketua dewan ahlul halli wal aqdi. (2) Sunan Kudus sebagai senopati angkatan perang Kesultanan Demak. (3) Sunan Muria menangani dakwah di daerah terpencil yang jauh dari pusat atau ibu kota Negara. Pada masa sebelumnya dakwah Islam lebih banyak difokuskan ke daerah pesisir pantai dan ibu kota guna memenangkan kalangan menengah ke atas. Akhirnya diputuskan untuk melakukan perluasan cakupan dakwah di daerah pegunungan dan pedesaan sebagai tanggung jawab dan amanah yang dibebankan kepada Sunan Muria. Tugas ini dilakukan oleh Sunan Muria hingga akhirnya wafat dan dimakamkan di Gunung Muria sehingga terkenal dengan nama Sunan Muria. (4) Sunan Drajad bertugas menangani urusan sosial seperti penyaluran santunan kepada fakir miskin, anak yatim, dan lain sebagainya. (5) Sunan Kalijaga memiliki tugas sebagai supervisor yang melakukan pengawasan dan observasi terhadap jalannya dakwah di berbagai wilayah, baik yang dilakukan oleh kalangan elite Wali Sanga, satuan tugas khusus, ulama-ulama, maupun santri yang tersebar di seluruh Pulau Jawa. Tugas beliau yang menuntut seringnya bepergian (safar fi sabilillah) juga dimanfaatkan sekaligus untuk mendakwahkan Islam, sehingga Sunan Kalijaga dikenal sebagai mubaligh keliling. (Sholichin Salam. Sekitar Walisanga. (Menara Kudus, Kudus, 1960).

Jadi, terkait dengan berdirinya Kesultanan Demak, dewan Wali Sanga memainkan peran dengan bertindak sebagai lembaga ahlul halli wal-aqdi. Majelis dakwah ini menetapkan Raden Patah sebagai pengemban kekuasaan eksekutif dalam penyelenggaraan negara dan pelaksana aturan syariah melalui kepemimpinan. Maka Sultan Demak hakikatnya merupakan mandataris majelis Wali Sanga, dimana secara sadar dan ikhlas berada di bawah kontrol dewan ulama tersebut. (Hery D. Kurniawan. Dakwah Syariat Islam Walisanga. (Sabili Edisi Khusus: Sejarah Emas Muslim Indonesia No. 9 Th. XI/2003).

Pasca wafatnya Sunan Ampel, kedudukannya sebagai mufti dan sesepuh para Wali digantikan oleh Sunan Giri. Fatwa awal yang dikeluarkan oleh Sunan Giri adalah ijin untuk melakukan penyerangan terhadap Majapahit sebagaimana pernah diusulkan oleh faksi Tuban terdahulu. Pada masa Sunan Ampel, Sunan Giri termasuk pihak yang mendukung fatwa Sunan Ampel untuk tidak menyerang Majapahit.

Namun saat menjabat mufti, Sunan Giri melihat, kondisi konsetelasi kekuasaan telah berbeda. Majapahit saat itu sedang berada dalam kekuasaan Ranawijaya atau Girindrawardhana. Kekuasaan Girindrawardahana sebagaimana telah diceritakan sebelumnya diperoleh melalui aksi kudeta yang dilakukan terhadap Prabu Kertabhumi atau Brawijaya V.

Karena itu serangan ke Majapahit yang dilakukan oleh Kesultanan Demak hakikatnya adalah upaya untuk merebut Majapahit agar bisa dikembalikan kepada yang berhak, yaitu Raden Patah, Putra Prabu Kertabhumi sendiri. Belum lagi serangan ke Majapahit dilakukan oleh Kesultanan Demak, di Majapahit sendiri ternyata telah terjadi perebutan kekuasaan dimana Patih Udara melakukan kudeta terhadap kekuasaan Girindrawardhana atau Brawijaya VI.

Melihat semakin kuatnya Kesultanan Demak, Patih Udara yang menggunakan gelar Prabu Brawijaya VII kemudian meminta bantuan Portugis di Malaka. Sejarah mencatat bahwa Brawijaya VII atau Patih Udara mengirim utusan kepada Alfonso d’Albuquerque dengan membawa serta sejumlah hadiah berupa 20 buah genta, sepotong kain panjang Kambayat, 13 buah lembing, dan sebagainya. (MB. Rahimsyah. Legenda …).

Melihat gelagat tersebut maka setelah itu tentara Demak di bawah komando Adipati Yunus menyerang Portugis di Malaka dan sekaligus menyerang Majapahit untuk membubarkan persekutuan yang terjadi.

Menyimak sekilas kisah dakwah Wali Sanga, tampak bahwa Wali Sanga adalah menusia-manusia hebat yang memiliki ilmu dan kebijakan dakwah yang tinggi, juga wawasan politik yang mumpuni. Wallahu a’lam bish-shawab.

7 Februari 2022

Dr. Susiyanto, Dosen Universitas Islam Sultan Agung Semarang.

Artikel Terkait

Back to top button