Ketika Pengikut Melaknat Pemimpin
Surat Al Ahzab 66-68 mengingatkan akan penyesalan di hari akhir nanti pengikut atau pendukung kepada pemimpin yang dipilih dan diabdikan, dielu-elukan bahkan dikultuskan. Sementara pemimpin hanya mengarahkan pada urusan duniawi semata. Akhirnya mereka bersama-sama masuk ke dalam Neraka.
Akibat kepatuhan yang membabi buta, wajah mereka dibolakbalikkan di Neraka, lalu berkata “Alangkah baiknya jika kami taat kepada Allah dan taat kepada Rosul (QS 33:66) Dan mereka berkata ‘Ya Rabb kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar)” QS 33:67.
Tunduk dan patuh pada jabatan, pangkat, kekayaan serta pengaruh penguasa tanpa landasan nilai moral dan spiritual menyebabkan terjerumus dan mengikuti jalan sesat. Hal ini adalah akibat dari pemimpin dan pembesar yang mengajak, memprogram, serta mempropagandakan kesejahteraan material dan kebahagiaan yang semata bersifat profan.
Mengabaikan kebenaran moral adakah konsekuensi dari kepemimpinan yang hanya mengumbar hawa nafsu dan berorientasi pada sukses infrastruktur duniawi. Zalim dan menindas gerakan spiritual keagamaan. Gerakan yang selalu mengingatkan penguasa agar kekuasaan dijalankan dengan amanah dan jujur. Penguasa yang mudah menuduh rakyat dengan sebutan ekstrim dan radikal.
Di hari kiamat saat siksa pedih di Neraka, para pengikut bukan saja menyesali atas sikap dirinya, tetapi juga mengutuk pemimpin yang dipuja dan diikutinya dahulu. Memohon agar si pemimpin itu disiksa dengan berat dan berlipat (QS 33:68).
Betapa dahsyat penyesalan dan sikap menyalahkan pengikut (follower) pada pemimpin (leader) di tengah penderitaan abadi keduanya di Neraka. Akibat selama di dunia terbiasa membuat orang menderita. Kroni dan oligarkhi keserakahan dari kekuasaan yang dinikmati dan dibagi-bagi. Kenikmatan yang berefek kesengsaraan bersama .
Bersama-sama memperolok-olok dan meminggirkan agama. Menjauh dari jalan Allah dan membenci risalah Nubuwah. Syariat dimusuhi, jihad ditakuti, fanatisme dihancurkan dan nilai moral diputarbalikkan.
Melumpuhkan orang beriman dengan bahasa toleransi dan moderasi. Kemunafikan yang dibudidayakan dan kekafiran yang dilestarikan.
Di dunia sangat jumawa karena segala sarana ada. Kaya, kuasa, dan senjata. Merasa tak ada kekuatan apapun yang dapat memperdaya. Dibangun budaya berlomba mendekat Istana yang mampu diubah menjadi berhala.
Tapi semua ada masa. Di depan ada ancaman siksa. Lalu pengikut menyesal dan menyeru dengan ujaran benci dan murka. Dalam putus asa dan tak berdaya hanya mampu berkata :
“Robbana aatihim dhi’faini minal adzabi wal ‘anhum la’nan kabiiro.”
Wahai Tuhan kami, timpakanlah mereka dengan azab dua kali lipat, dan laknatlah mereka dengan laknat yang besar!
M Rizal Fadillah
Pemerhati Politik dan Keagamaan
Bandung, 5 Februari 2021