TELADAN

Kisah-Kisah Kepahlawanan Kasman Singodimedjo

Seruan itu menerbitkan keberanian di hati sebagian pemilik kapal. Beberapa orang mengacungkan tangan, siap menyeberangkan Kasman. Pimpinan Muhammadiyah ini memilih salah satu nelayan, dan berkata kepada lainnya, ‘’Terima kasih. Kalian juga sudah mendapat pahala.”

Meski berasal dari keluarga cukup berada, Kasman memilih hidup sederhana. Kekayaannya banyak disumbangkan untuk membiayai perjuangan. Termasuk menyantuni keluarga para tahanan politik.

Sebagai petinggi organisasi, Kasman tergolong pemimpin efisien. Ia biasa naik motor untuk memenuhi undangan, agar tidak datang telat. Ia nyenyak tidur di atas meja kantor Cabang Muhammadiyah di Sumatera (‘’Ini betul-betul, maaf, Singo di mejo,’’ tulis H Sudarsono Projokusumo dalam buku Hidup Adalah Perjuangan, 75 Tahun Kasman Singodimejo), ketimbang bermalam di hotel. Kasman pun tak sungkan memulai acara ketika sudah on time, walau tuan rumah belum sepenuhnya siap. Kata Sudarsono, Kasman adalah een man van de tijd. Orang yang tepat waktu.

Lepas dari KNIP, Kasman didapuk menjadi Jaksa Agung pertama NKRI. Meski Kasman kecewa karena Piagam Jakarta tidak ‘’dikembalikan’’ sempurna, tapi ia sebagaimana Roem, Natsir dan tokoh-tokoh Islam lainnya lega, karena Piagam Jakarta akhirnya pada 5 Juli 1959 didekritkan Presiden sebagai menjiwai UUD 45 dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan UUD 45.

Pria berpendirian baja ini lahir di Kalirejo, Purworejo, Jawa Tengah pada 25 Februari 1908. Di era Rezim Soeharto, Kasman termasuk dalam barisan tokoh kritis yang mengajukan Petisi 26 mengenai Pemilu. Ia juga turut bersama M. Natsir meneken Pernyataan Keprihatinan (Petisi 50) yang mengkritik kepala negara. Maka, sebagaimana dialami Natsir dan kawan-kawan, Kasman diisolasi hak-hak sipilnya.

Buku-buku sejarah Indonesia pun nyaris tak menyebut peran putra dari pasangan Singodimejo-Kartini ini dalam pergerakan nasional. ’’Sungguh ironis. Padahal Kasman Singodimedjo merupakan tokoh besar yang mewarnai hukum dan ketatanegaraan Indonesia,’’ ujar sejarawan Anhar Gonggong dalam seminar nasional ’’Prof Dr Kasman Singodimejo, Pejuang Kemerdekaan yang Terlupakan’’ di Kampus Unissula Semarang, Selasa (17/7/2012).

Seminar itu bagian dari rangkaian kegiatan Panitia Pengusulan Pemberian Gelar Pahlawan Nasional bagi Kasman Singodimedjo, yang diketuai AM Fatwa. ‘’Kasman adalah tokoh yang selalu tampil di saat-saat genting, tapi nyaris hilang dari ingatan kolektif bangsa,’’ ujar Fatwa, yang ketika jadi tahanan politik keluarganya disantuni Kasman.

Rektor Universitas Islam Sultan Agung ketika itu menerbitkan rekomendasi melalui SK No. 3730/D.1/SA/VII/2012 berbunyi: “Perlunya pemerintah untuk mengevaluasi kembali peran dan posisi Prof Dr Mr H. Kasman Singodimedjo dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia untuk kemudian melalui penilaian dan pertimbangan yang lebih adil dapat memberikan penghargaan atas perjuangan Prof Dr Mr R H. Kasman Singodimedjo bagi negara dan bangsa Indonesia dengan memberinya Gelar Pahlawan Nasional.”

Dan akhirnya, pada tahun 2018, pemerintah RI memberi gelar Pahlawan Nasional, yang hidupnya penuh dengan kisah-kisah kepahlawanan. (**)

Nurbowo, Pengurus Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia 2020. Nurbowo adalah wartawan pejuang yang wafat saat menjalankan tugas dakwah ke Sumatra, tahun 2020.

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button