SUARA PEMBACA

Kontroversi Jalan Attaturk

Geliat perjuangan dakwah di negeri ini semakin dekat pada gerbang kemenangan. Dari hari ke hari, tabir yang menutupi ketinggian ajaran Islam, perlahan namun pasti semakin terbuka. Kebenaran menjadi terang benderang, seperti yang terjadi hari ini ketika muncul wacana bahwa nama Attaturk akan dijadikan nama jalan di Jakarta.

Hal ini merupakan kelanjutan bentuk kerja sama antara dua negara yakni Turki dan Indonesia. Turki pun sama, akan menyediakan satu jalan yang diberi nama salah satu Bapak Bangsa Indonesia di depan KBRI Ankara, yaitu Jalan Ahmet Soekarno. (Liputan6.com, 17/10/2021)

Hal ini bukan perkara baru, sebelumnya sudah ada Avenue Soekarno di Rabat, Maroko. Kala itu Presiden RI pertama dianggap mendukung kemerdekaan Maroko. Pun nama beliau menjadi nama jalan di Kairo, Mesir, dan Peshawar, Pakistan. Sedangkan di Belanda, ada jalan yang memakai nama Raden Ajeng Kartini, Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir dan tokoh LSM HAM, Munir.

Akan tetapi nama Attaturk tak pelak menimbulkan kontroversi. Beberapa tokoh ulama, partai, praktisi pendidikan serta sebagian masyarakat mulai angkat bicara menyatakan keberatannya. Bagi sebagian orang, mantan Presiden Turki ini dikenal sebagai tokoh pembaharu, pendiri Republik Turki. Namun bagi kaum muslim, dia merupakan musuh yang nyata.

Keberhasilannya telah membuat wajah Turki tampil beda, dengan cara membuang atribut, simbol dan seluruh substansi Islam. Dia melakukan modernisasi Turki secara besar-besaran, melarang jilbab, penghapusan institusi Khilafah, pakaian, kalender, alfabet, dan lainnya, dengan seluruh kebijakan anti Islamnya. Tampak jelas bahwa ia pengusung sekularisme.

Maka sungguh ironis, tokoh sekuler dengan rekam jejak yang buruk terhadap Islam, justru namanya diabadikan di sebuah negeri dengan mayoritas muslim. Padahal di tahun 2005 terdapat fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyebutkan tentang haramnya mengambil pemikiran sepilis yaitu sekularisme, pluralisme dan liberalisme.

Maka wajar jika kaum muslim di Indonesia, menolak wacana ini. Sebab penamaan ini bukan sekadar persoalan jalan, tapi menunjukkan sikap yang benar terhadap Islam. Dalam Islam, nama adalah doa. Ada makna yang melekat di balik nama. Maka mengambil nama tokoh yang menjadi teladan di tengah umat jauh lebih tepat ketimbang nama musuh besar Islam.

Apalagi isu Islamophobia saat ini sedang dideraskan. Jika penamaan jalan ini dibiarkan, tentu akan berbuntut panjang, sebab semakin membuat umat bingung, jauh dari fakta kebenaran yang hakiki. Juga menyakiti umat Islam dan menunjukkan keberpihakan pada ideologi batil.

Sebagaimana disampaikan Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas, “Jadi Mustafa Kemal Attaturk ini adalah seorang tokoh yang kalau dilihat dari fatwa MUI adalah orang yang pemikirannya sesat dan menyesatkan,” katanya, dalam keterangan resminya, Ahad (17/10/2021). (Wartaekonomi, 17/10/2021).

Attaturk artinya Bapak Turki. Dialah pemeran utama pendiri Turki Sekuler pada hari ini, yang dibangun dari puing-puing khilafah Turki Utsmani dengan mengikuti arahan Inggris. Meski Turki telah berusaha tampil beda dengan citra Islam namun fakta menunjukkan bahwa negara ini belum mampu menerapkan Islam kafah. Mustafa Kemal membentuk kemalisme yang menjadi basis kepemimpinan Turki hingga saat ini.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button