SUARA PEMBACA

Kyai dan Dai Jadi Obyek Soal Cawapres

Ada gejala menarik. Satu pihak, ada kyai dan dai yang tampak berambisi untuk jadi cawapres (calon wakil presiden) tapi dicemooh oleh banyak umat Islam. Bukan soal ambisinya, tapi karena terindikasi nyemplung ke kelompok yang dikenal sebagai pembela penista Islam. Dan lebih parahnya lagi, semula kyai itu dikenal mendukung umat Islam yang membela Islam ketika Islam ini dihina oleh seorang gubernur Kristen yang akhirnya terbukti menodai Islam dan divonis penjara dua tahun oleh pengadilan negeri.

Satu pihak lagi, ada dai yang diputuskan oleh ijtima ulama di Jakarta untuk jadi calon wapres. Tetapi dia (disebut UAS) menyatakan pilih di bidang pendidikan dan dakwah yang selama ini dia kerjakan. Namun dorongan pun datang dari mana-mana.

Sebelumnya, sudah ada dai yang digadang-gadang untuk jadi cawapres. Tetapi tampaknya justru karena ulah dia sendiri yang tiba-tiba menyeberang ke kubu yang dikenal sebagai pembela penista Islam itu, maka tidak terdengar lagi untuk dicalonkan oleh pihak umat Islam. Bahkan lontaran ketidaksukaan kepadanya pun tampak berhamburan.

Dari gejala itu telah tampak, kepentingan umat ini hanyalah untuk mendapatkan pengayoman, perlindungan dalam menjalani kehidupan yang wajar sesuai dengan keyakinan Iman-Islamnya. Selama ini dirasakan, hal itu belum terwujud. Walau pihak yang dikenal sebagai pembela penista Islam itu meyakin-yakinkan umat Islam bahwa pihak mereka juga dekat dengan Islam dengan cara merekrut kyai dan dai yang mau (diduga karena ada sebab-sebab atau bahkan iming-iming dan sebagainya), namun tetap saja umat Islam belum yakin. Oleh karena itu, umat Islam memerlukan calon yang diyakini tidak mengusik Islam.

Sebenarnya hanya itu. Nah, untuk dapat menumbangkan pihak yang diduga akan senantiasa mengusik perasaan itulah makanya diperlukan sosok yang dapat menarik minat Umat Islam secara massal.

Apabila sosok yang telah dihargai sedemikian dan diharapkan oleh umat Islam itu memahami, dan mau, sebenarnya beban tidak dipikulkan padanya. Karena pada hakekatnya, kepentingannya itu hanya untuk menumbangkan doang. Nanti pohon pengganti yang ditanam itu tidak akan terganggu apa-apa dan akan tumbuh subur, insyaallah. Jadi, kalau toh salah satu pohon yang seharusnya ditanam di situ itu lalu pilih di ranah lain, ranah dekat masjid misalnya, ya boleh-boleh saja. Tidak ada yang melarang. Keadaan pun sudah melegakan umat Islam, insyaallah.

Sampai-sampai ada yang memberi saran begini: “Barangkali perlu ada yang bisa membisiki UAS. Dalam Islam itu boleh ‘azl عَزْل. Sahabat mempraktikkannya, dan masih turun wahyu, namun tidak dilarang. Semoga faham maknanya berkaitan dengan masalah cawapres ini.”

Hartono Ahmad Jaiz
Mubaligh, Penulis, tinggal di Jakarta

Artikel Terkait

Back to top button