SUARA PEMBACA

Ormas Keagamaan Kelola Tambang, Ga Bahaya Ta?

Sah, Presiden Joko Widodo telah menandatangani aturan yang mengizinkan organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan untuk mengelola tambang. Aturan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.25 tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Penawaran Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) secara prioritas kepada Badan Usaha yang dimiliki ormas keagamaan adalah dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Adapun WIUPK yang diberikan yaitu wilayah eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) (cnbcindonesia.com, 31/05/2024).

Apresiasi dan Kritik

Terbitnya PP No. 25 tahun 2024 ini disambut baik oleh beberapa kalangan. Terutama ormas Nahdhatul Ulama (NU) yang pada tahun 2021 lalu generasi muda NU pernah dijanjikan konsesi pertambangan mineral dan batubara oleh Jokowi. Alasannya agar dapat menggerakkan gerbong-gerbong ekonomi kecil (bbc.com, 01/06/2024).

Adapula ormas yang menganggap PP ini sebuah terobosan yang baik dari pemerintah. Dengan mengelola tambang, ormas akan memiliki sumber pendapatan baru untuk mendukung kegiatan yang dilakukan (cnnindonesia.com, 01/06/2024).

Aturan ini dikritisi oleh banyak pihak. Diantara alasannya yaitu adanya motif politik dibalik izin konsesi. Pemberian IUP ini juga rawan konflik horizontal. Semakin bertambahnya pengelola tambang maka akan bertambah pula kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan.

Bahaya Besar Mengintai

Semestinya jangan senang dan sumringah dulu atas terbitnya PP No.25 tahun 2024 ini. Pelajari dengan seksama bagaimana konsekuensi izin pengelolaan tambang. Atau bahkan ternyata secara hukum, terbitnya PP ini sudah menyalahi prosedur. Inilah bahaya pertama, PP ini bertentangan dengan UU Minerba.

Pemberian status prioritas pada UU Minerba hanya diberikan kepada BUMN dan BUMD, jika tak ada maka kepada swasta dengan proses lelang, bukan dengan penunjukan. Dengan PP ini, pemerintah bisa memberikan langsung IUP kepada ormas. Secara hukum, PP tak boleh bertentangan dengan UU. Jadi, Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang diberikan kepada ormas keagamaan sewaktu-waktu bisa dibatalkan. Lebih parah lagi, ormas bisa diperalat oleh kepentingan oknum penguasa.

Kedua, potensi konflik horizontal. Nyaris semua aktivitas pertambangan selalu menghasilkan konflik dengan penduduk di wilayah tambang. Dan hingga saat ini, sengketa lahan juga konflik-konflik itu masih belum terselesaikan dengan baik. Berdasarkan data Jatam, dari pihak sipil juga terdiri dari anggota-anggota ormas keagamaan yang berkonflik dengan pengelola tambang. Terbayang jika nantinya tambang tersebut dikelola oleh ormas, tidakkah akan menjadi konflik horizontal?

Ketiga, preseden buruk bagi ormas keagamaan. Karakteristik aktivitas penambangan yang destruktif, meninggalkan kerusakan lingkungan dan konflik sosial hanya akan menjadi preseden buruk bagi ormas. Tak terbayang, ormas keagamaan yang dulunya dikenal dengan sifat mulia mendidik dan membina umat justru berbalik menjadi sumber konflik.

Keempat, rawan dimanfaatkan oleh berbagai pihak. Tak sedikit modal yang diperlukan untuk aktivitas tambang. Ormas tentu akan mencari modal ke berbagai pihak. Di fase inilah ormas akan terikat kepentingan dengan pemilik modal. Terlalu sibuk mencari modal dan berbisnis tambang, ormas bisa melupakan tujuan serta amal mulianya. Inilah bahaya kelima.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button