OPINI

Penanganan Al-Zaytun Jangan Bertele-tele

Panji Gumilang gemar mendemonstrasikan salam dengan irama nyanyian Yahudi “havenu shalom eleichem”. Spirit atau bagian dari ritual Yahudi. Saat menggalang dukungan “dalam” untuk menyambut pendemo ke pesantren Al Zaytun, lagu penyemangatnya adalah “havenu shalom eleichem”.

Menurut salah satu pendiri yayasan yang menaungi Al-Zaitun, Imam Supriyanto, Panji Gumilang memiliki ketertarikan tinggi pada Israel. Ia sangat ingin pergi ke Israel.

Penamaan Al-Zaytun juga cukup menarik. Di Timur Yerusalem ada bukit bernama Bukit Zaitun ( Har HaZaetim) dimana diyakini dari bukit ini Yesus terangkat ke Surga (Kis 1:8). Dalam Jeremia 11:16 orang Israel disebut sebagai “pohon Zaitun yang rindang”. Allah bersumpah demi buah Tin dan Zaitun yang mengingatkan daerah kehidupan Nabi Isa As yang merupakan Bani Israel. Thursina Nabi Musa As dan “al Balad al Amin” adalah Mekkah sebagai kota kehidupan Nabi Muhammad Saw.

Bukan saja keinginan untuk pergi ke Israel, tetapi Panji Gumilang cenderung mengharapkan dibukanya hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Israel.

Menjadi wajar jika timbul pertanyaan benarkah ia belum ke Israel? Ada apa sesungguhnya Panji Gumilang dengan Israel, jangan-jangan ia agen Mosad. Menurut Imam, Panji Gumilang telah berkomunikasi dengan Israel melalui hubungan pendidikan.

Untuk mengejar kebenaran dan fakta yang terjadi termasuk penyimpangan keagamaan tidak cukup dengan pola “tabayun” atau “klarifikasi” karena kontroversi Al-Zaytun ini sudah diteliti dan dikaji sejak 2001. Kini saatnya melakukan tekanan dan tindakan. Adanya demo-demo dari lingkungan sekitar menandai mendesaknya penyelesaian masalah Al-Zaytun ini.

Penyelesaian yang dilakukan saat ini nampaknya bertele-tele terbukti meskipun Panji Gumilang telah datang ke Gedung Sate akan tetapi baik MUI maupun Tim Pemprov Jawa Barat ternyata tidak mendapat jawaban atau keterangan yang memadai. Bahkan pertanyaan konon akan dijawab kemudian.

Sederhanakan penyelesaian, yaitu bukan “klarifikasi” tetapi “interogasi” artinya dengan dugaan kuat dan bukti-bukti yang ada sekurangnya “penodaan agama” telah dapat diproses secara hukum. Panji Gumilang yang telah meresahkan segera tangkap dan periksa. Ini langkah efektif dan efisien.

Bila aparat penegak hukum masih ragu akibat “kebijakan pusat” yang belum memberi lampu hijau untuk menertibkan Al-Zaytun, maka pilihannya adalah “people power” mendesak penurunan Panji Gumilang. Aksi-aksi dilakukan masif dan berkelanjutan dengan keterlibatan massa yang semakin meluas dan membesar.

Sulit mempertahankan keberadaan Al-Zaytun akibat ulah Panji Gumilang dan konsepsi “negara dalam negara” yang dijalankan. Walaupun semula Al-Zaytun dapat menjadi lahan “pemasukan” untuk segala kepentingan, namun “life time” Al-Zaytun sudah selesai atau tamat. Skenario terakhir adalah menyelamatkan anak didik.

Panji Gumilang harus dipenjara agar ada kesempatan untuk merenung dan menyesali perbuatan sesat dan menyesatkannya. Terlalu lama memeras buah Zaytun untuk mendapatkan minyaknya.

Pintu taubat masih terbuka. Tetapi bukan di ma’had atau istana melainkan di ruang penjara.[]

M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Keagamaan
Bandung, 25 Juni 2023

Artikel Terkait

Back to top button