OPINI

Presiden Jokowi Memang Harus Ngeri!

Demoralisasi

Mengapa Jokowi sampai harus mengucapkan kata ngeri, ucapan yang seharusnya tabu bagi seorang Presiden?

Ucapan itu  bisa menimbulkan demoralisasi. Bukan hanya untuk timnya, yang lebih utama bagi rakyat jelata. Kelompok yang paling menderita karena pandemi.

Meminjam ucapannya, situasi ekonomi dunia saat ini benar-benar parah. Pertumbuhan ekonomi terus anjlok. Dari semula 2,5 persen, turun menjadi 5 persen, dan sekarang menjadi 7,5 persen.

Bagaimana dengan Indonesia? Menkeu Srimulyani pada pertengahan Juni lalu memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal kedua akan minus 3,1 persen. Kadin Indonesia punya perhitungan lebih parah. Minus 4-6 persen.

Pada kuartal III, Sri memperkirakan  pertumbuhan ekonomi diprediksi minus 1 hingga 1,2% dan pada kuartal IV di kisaran 1,6% hingga 3%.

Pertumbuhan ekonomi  yang membaik di kuartal III dan IV itu bisa terwujud  bila asumsi-asumsi stimulus ekonomi berjalan dengan baik. Dan yang paling penting, bila pengendalian pandemi bisa berjalan dengan baik pula.

Yang terjadi saat ini justru sebaliknya.
Ketika marah-marah dalam rapat paripurna, Jokowi mempersoalkan penyerapan anggaran pemerintah yang sangat rendah.

Fokus yang dia soroti anggaran kesehatan, anggaran jaringan pengaman sosial, dan stimulus ekonomi.

Dalam rapat terbatas dengan departemen/lembaga yang memiliki anggaran terbesar (7/7), hal itu kembali dipersoalkan.

Dia menyoroti anggaran di Dephan dan  lembaga lainnya yang penyerapannya masih lamban.

Data terbaru ketika pemerintah menerapkan tahapan menuju new normal —dengan harapan ekonomi dapat kembali bergerak—tingkat positif corona malah melonjak drastis.

Kamis (9/7) jumlah positif Covid-19 mencapai rekor tertinggi 2.657 orang. Angkanya menyebar di berbagai provinsi, dan Jabar tiba-tiba menyalip Jatim dan DKI dengan angka positif tertinggi.

Di Bandung lebih dari seribu taruna sekolah calon perwira (Secapa) TNI AD kedapatan positif covid.

Sejumlah kantor pemerintah kembali diliburkan karena pegawainya positif terjangkit. Mereka terpaksa kembali diminta kembali bekerja dari rumah.

Sayangnya dari penilaian Jokowi, bekerja dari rumah, bagi ASN malah seperti cuti panjang.

Kemarahan, ancaman pembubaran lembaga, reshufle dan terakhir pernyataan “ngerinya” Jokowi menunjukkan situasi krisis di pemerintahan Jokowi.

Data yang tidak sinkron. Instruksi Jokowi yang tidak dijalankan para menteri,  menunjukkan dia tidak berdaya. Diabaikan.

Ketika Jokowi marah, dia menyebut anggaran Kemenkes sebesar Rp 75 triliun, baru teserap 1,53 persen. Data itu langsung dibantah Komisi IX DPR RI.

Benar anggaran Kemenkes sangat besar. Rp 87,5 triliun, bukan Rp75 triliun. Untuk anggaran Covid hanya Rp25,75 triliun. Sisanya sebesar Rp61,2 triliun dikelola Kemenkeu.

Dari jumlah Rp25,75 triliun itu  yang baru diserahkan ke Kemenkes sebesar Rp1,96 triliun atau sekitar 17,6 persen.

Jadi dari mana Jokowi mendapat data itu? Sudah marah, salah data pula.

Kemudian ancaman membubarkan lembaga dan reshufle kabinet. Juga dimentahkan oleh Mensesneg Pratikno. Menurutnya kalau kabinet bekerja baik, reshufle tidak relevan lagi.

WHAATTTTT?
Pernyataan Presiden dikoreksi oleh seorang menteri?

Dunia sudah terbolak-balik. Harusnya pernyataan menteri kalau salah dikoreksi oleh presiden. Tidak boleh terbalik.

Yang paling mutakhir adalah munculnya keputusan Mahkamah Agung (MA) memenangkan gugatan Rachmawati.

Pembatalan Peraturan KPU yang menjadi dasar kemenangan Jokowi-Ma’ruf pada Pilpres 2019 oleh MA,  menimbulkan kehebohan yang luar biasa.

Kendati para pakar hukum tata negara sebagian besar sepakat, bahwa itu tak berpengaruh terhadap hasil Pilpres 2019, namun  secara politik punya dampak yang berbeda.

Semua itu menunjukkan lemahnya basis legitimasi dan kepuasan publik atas kinerja pemerintahan Jokowi.

Andai saja semuanya baik-baik. Ekonomi tumbuh. Perut rakyat kenyang. Penanganan pandemi terkendali dan berjalan baik. Mau ada  seribu keputusan baru dari MA, tidak akan berpengaruh. Apalagi sampai heboh.

Sampai bawa-bawa ganti pemerintah. Pemilu ulang. Ada pula yang minta Jokowi turun.

Kalau sudah begini kondisinya, Presiden Jokowi memang harus ngeriiii! end.

Hersubeno Arief

Sumber: Facebook Hersubeno Arief

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button