OPINI

Situng KPU: Indonesia Darurat Demokrasi

Total kesalahan meningkat menjadi 7 persen. Kesalahannya meluas bukan hanya terjadi pada data TPS yang berasal dari Jawa, namun juga dari luar Jawa.

Kesalahan tertinggi tetap didominasi Jawa Barat sebanyak 788 TPS, diikuti Sumatera Utara 740 TPS, Jawa Tengah 736 TPS, Jawa Timur 409 TPS, DKI Jakarta 361 TPS Sulawesi Selatan 252 TPS, dan Yogyakarta 154 TPS.

Puluhan ribu kesalahan yang terjadi ini tentu saja menimbulkan tandatanya. KPU tidak cukup hanya menjawab bahwa kesalahan sudah diperbaiki. Atau seperti yang dikatakan Ketua KPU Arief Budiman, Situng KPU bukan satu-satunya alat untuk menentukan hasil Pemilu.

Sebagai sistem berbasis IT, Situng harusnya secara otomatis bisa menangkal berbagai kesalahan sekecil apapun (auto rejection). Sebagai contoh, jumlah TPS dibatasi maksimal 3.00 pemilih, maka ketika ada input total suara lebih dari 3.00, secara otomatis tertolak. Ironisnya kesalahan jumlah pemilih ini yang terbanyak.

Hal semacam itu sangat elementer. Salah satu tujuan aplikasi Situng sebagaimana dikatakan komisioner KPU adalah untuk meminimalisir kesalahan penyelenggara.

Tidak berlebihan bila publik menjadi curiga terhadap KPU. Mereka adalah bagian dari kecurangan itu. Apalagi publik juga bisa secara langsung menyaksikan tampilan data perolehan suara di Situng KPU. Hasilnya sama persis, atau setidaknya mirip-mirip dengan hasil quick count. Angkanya naik turun berkisar 54-46, atau 57-43 persen.

Perolehan suara itu konsisten selama 12 hari terakhir. Setelah dicermati data dari provinsi yang memenangkan Paslon 01 masuk sangat cepat. Sementara data dari provinsi yang menjadi basis Paslon 02 sangat lambat.

Mereka mencoba menerapkan metode psikologi mind games. Memanipulasi dan mengintimidasi pikiran publik, bahwa Jokowi sudah menang.

Hanya ada dua alasan yang bisa menjelaskan mengapa hal itu bisa terjadi. Pertama, sistem IT KPU sangat lemah dan operatornya sangat bodoh. Kedua sistem sistem tersebut di desain untuk memungkinkan terjadinya kecurangan. Hanya itu penjelasan yang masuk akal.

Diluar itu kemungkinan ketiga. Perpaduan keduanya. Mereka melakukan kecurangan dengan cara yang sangat bodoh. Dugaan ketiga ini datang dari mantan Menteri Otonomi Daerah Prof Ryaas Rasyid. “Jika memang tim 01 ingin ‘main’, maka seharusnya membuat rencana yang matang, dengan antisipasi segala kemungkinan risiko yang akan dihadapi,” ujarnya.

Laman sebelumnya 1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button