LAPORAN KHUSUS

Sumur-Sumur Tua Pembantaian PKI

Idris mengenang, ada tawanan yang segera setelah dihantam langsung menjerit dan roboh ke dalam sumur. Tetapi ada pula yang setelah dihantam, masih kuat merangkak sambil melolong-lolong kesakitan. Tangan mereka menggapai-gapai mencari pegangan. Melihat para korban merangkak seperti itu, orang-orang PKI kemudian menyeret begitu saja dan memasukkan mereka hidup-hidup ke dalam sumur. Kiai Imam Sofwan, menurut Idris, termasuk yang tidak meninggal setelah dihantam pentungan. Hal serupa juga dialami oleh kedua putra beliau, yakni Kiai Zubair dan Kiai Bawani, yang dibantai di sumur tua Desa Kepuh Rejo, tak jauh dari sumur Cigrok.

Orang-orang PKI yang melihat ternyata ada korban yang masih hidup di dalam sumur, dengan beringasnya lantas menimbuni sumur tersebut dengan jerami, batu, dan tanah. Karena itulah, benar adanya pernyataan yang menyebutkan korban pemberontakan PKI 1948 sejatinya dikubur hidup-hidup.

Muslim mengaku, pada pagi hari seusai pembantaian dia mendapati lanjaran (rambatan) kacang dan jerami di kebunnya sudah habis. “Rupanya orang-orang PKI membabat semua itu untuk menimbuni sumur,” tutur Muslim yang diancam oleh PKI agar tutup mulut.

Korban yang dimasukkan ke lubang pembantaian Cigrok sedikitnya berjumlah 22 orang. Di antara para korban itu, ada KH Imam Sofwan, Hadi Addaba’ dan Imam Faham. Imam Faham adalah santri Kiai Imam Mursjid-Takeran yang ikut mengiringi gurunya ketika dibawa mobil PKI. Rupanya di tengah jalan Kiai dan santrinya itu dipisah. Imam diturunkan di tengah jalan dan akhirnya ditemukan di dalam lubang pembantaian Cigrok.

Nama-nama korban keganasan PKI Tahun 1948 yang gugur di Desa Kresek, Madiun.

Kisah Kiai Roqib dan Kiai Daenuri

Di sebuah kampung di Kota Magetan, Kauman namanya, terdapat seorang pedagang keliling yang juga seorang guru ngaji, Kiai Roqib namanya. Pada 1948, saat usianya belum genap 20 tahun guru ngaji ini ditangkap PKI dan terjadilah peristiwa yang mengerikan itu.

Dia mengaku pernah didatangi oleh 12 orang anggota PKI, pada 19 September 1948, sekira pukul 03.00 dini hari. Dalam keadaan langit masih gelap, Roqib digiring ke Desa Wringin Agung.

“Setiba di Wringin Agung, saya dimasukkan ke dalam rumah yang gelap sekali. Dari bisik-bisik mereka, saya tahu bahwa Asrori, guru madrasah di Kauman itu sudah dibunuh di Dadapan,” kenang Roqib. Setelah seharian dikurung, Roqib kemudian digiring oleh orang-orang yang berpakaian tentara ke arah selatan.

Setiba di Dusun Dadapan, Desa Bangsri, Roqib sekonyong-konyong diseret ke lubang pembantaian di tepi tegalan yang ditanami ketela pohon. Di lubang pembantaian tersebut, kedua tangan Roqib ditarik berlawanan arah oleh orang-orang PKI dan kakinya ditekan supaya terduduk. Dalam keadaan seperti itu, Rokib sadar bahwa dia akan disembelih oleh FDR/PKI seperti mayat-mayat yang bergelimpangan dalam lubang di depannya.

Laman sebelumnya 1 2 3 4 5 6Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button