NUIM HIDAYAT

Syekh Yusuf Qaradhawi, Ikhwanul Muslimin dan Mesir

Seperti diketahui, Ikhwanul Muslimin didirikan Imam Hasan al Bana di Mesir pada tahun 1928. Al Bana mendirikan Ikhwan dengan tekad untuk menjadikan Mesir sebagai Negara Islam dan memakmurkan rakyatnya. Akhlak Hasan al Bana dikenal rakyat Mesir mulia. Ia sejak kecil dididik ayahnya dengan pendidikan Islam yang baik dan menjadi akhirnya pemuda Islam yang hebat. Ia hafal Al-Qur’an, menguasai ilmu-ilmu Keislaman, mempunyai jiwa kepemimpinan dan kemampuan retorika yang menawan. Ulama besar ini bila ceramah di Mesir yang hadir ribuan orang dan banyak diantaranya ulama.

Dengan kepemimpinan dan akhlak mulia al Bana yang menawan ini, menjadikan gerakan Ikhwan berkembang dengan cepat. Ceramah-ceramah dan tulisan al Bana tersebar luas dan menjadi panduan gerakan. Al Bana memang menjadikan Ikhwan bertujuan untuk membentuk peradaban Islam, bukan hanya mengurusi ibadah semata. Maka pendiri Ikhwan ini membahas Islam sebagai solusi bagi semua masalah kehidupan, baik politik, sosial, ekonomi, budaya dan lain-lain.

Kehebatan dan kepemimpinan al Bana yang meluas di Mesir saat itu, menjadikan Raja dan petinggi di Mesir saat itu dengki dengan sang Imam. Tahun 1948 Hasan al Bana dibunuh tentara-tentara kerajaan di mobilnya, tanpa alasan yang jelas.

Pelanjut keilmuan al Bana, Sayid Qutb juga mengalami nasib yang sama, menjadi syahid. Qutb yang buku-bukunya senantiasa best seller dan retorikanya menawan di Mesir saat itu, akhirnya dijatuhi hukuman mati oleh kawannya sendiri Gamal Abdul Nasser (1966). Ulama besar ini menulis lebih dari 25 kitab yang bermutu. Banyak kitab-kitabnya yang diterjemahkan dalam berbagai bahasa. Di tanah air, kitabnya yang terkenal adalah Maalim fit Thariq (Petunjuk Jalan) dan Tafsir Fi Zhilalil Qur’an. (Baca: Membidik Sayid Qutb)


Entah BNPT paham sejarah Islam, khususnya sejarah Ikhwanul Muslimin di Mesir atau tidak saya tidak tahu. Tapi memasukkan Ikhwan dalam kelompok intoleran adalah ngawur atau keliru.

Seperti diketahui selama ini, Ikhwan membolehkan ‘cabang-cabangnya’ di seluruh dunia untuk masuk dalam parlemen. Di berbagai negara, Ikhwan mendirikan partai Islam dan ikut dalam proses demokrasi di negara itu (pemilu). Ikhwan tidak membolehkan anggota-anggotanya meraih kekuasaan dengan jalan kudeta (kekerasan). Kekerasan fisik hanya dibolehkan bila musuh-musuh Islam juga melakukan kekerasan fisik kepada kelompok Ikhwan (tindakan balasan). Seperti tindakan balasan yang dilakukan kelompok Ikhwan (Hamas) terhadap aksi-aksi keji Israel.

Kini pemikiran tokoh-tokoh Ikhwan telah menyebar di lebih 70 negara. Buku-buku karya Hasan al Bana, Sayid Qutb, Yusuf Qardhawi dan lain-lain mudah didapatkan di tanah air. Tapi jangan harap mudah mendapatkan buku-buku itu di Mesir. Pemerintah Mesir resmi melarang buku-buku bermutu itu beredar di masyarakat.

Seorang mahasiswa Universitas al Azhar cerita kepada penulis, bagaimana sulitnya mendapatkan buku-buku karya tokoh-tokoh Ikhwan. Polisi Mesir kadang melakukan razia kepada mahasiswa-mahasiswa yang menyimpan buku-buku Ikhwan. Bila ada yang menyimpannya dan ketahuan, maka mahasiswa itu akan digelandang ke markas polisi untuk diinterogasi.

Maka toko-toko buku di Mesir suka menyembunyikan buku-buku Ikhwan. Buku-buku yang dilarang polisi itu ditaruh dalam rak yang tersembunyi. Bila ada mahasiswa atau masyarakat yang bertanya, baru buku itu dikeluarkan dari raknya. Selain dilarang buku-bukunya beredar, aktivis-aktivis mahasiswa Ikhwan di berbagai perguruan tinggi banyak juga yang ditangkap.

Melihat fenomena kehidupan dan politik di Mesir yang pengab itu, menjadikan Mesir sampai kini tidak menjadi negara yang maju. Pemerintah Mesir melawan kehendak fitrah masyarakatnya sendiri.

Laman sebelumnya 1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button