#Save UighurMUHASABAH

Uighur Memanggil, Dimana Al-Mu’tashim?

Selain ketergantungan ekonomi, Indonesia juga telah menyepakati perjanjian kemitraan komprehensif strategis bersama China pada 2008 lalu. Menurut Teuku, perjanjian itu mensyaratkan hubungan bilateral di berbagai bidang harus terpelihara dan tidak boleh terganggu akibat peristiwa baru di masa depan yang mengganjal kedua negara, termasuk kasus dugaan pelanggaran HAM. (cnnindonesia.com, 18/12/2018).

Direktur Pusat Penelitian Islam Global di Universitas Johann Wolfgang von Goethe, Frankfurt, Jerman, Prof. Dr. Susanne Schröter dalam sebuah wawancara dengan dw.com, 4/12/2019, menyebut alasan ekonomi juga menjadi alasan negara mayoritas Muslim lainnya bungkam terhadap kebijakan China atas Muslim Uighur. Iran misalnya tidak melayangkan kritik terhadap kebijakan Cina. Cina adalah importir terbesar minyak dari Iran, banyak berinvestasi di sektor migas dan aktif melebarkan hubungan dagang dengan Iran.

Demikian pula dengan Pakistan dan Arab Saudi juga bungkam atas alasan ekonomi. Pangeran Muhammad bin Salman bahkan memuji kebijakan minoritas China dan hal serupa diungkapkan berbagai negara Arab. Dalam hal ini pun hubungan ekonomi menjadi faktor penentu.

Fakta bungkamnya dunia Islam terhadap kekejaman China terhadap Muslim Uighur, juga derita Muslim Rohingya dan Palestina membuktikan lunturnya ukhuwah di antara kaum Muslimin sebab sekat nasionalisme. Padahal Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Muslim itu bersaudara.” (TQS. Al-Hujurat [49]: 10).

Rasulullah Saw. bersabda, “Perumpamaan kaum mukmin dalam sikap saling mencintai, mengasihi dan menyayangi, seumpama tubuh, jika satu anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh yang lain akan susah tidur atau merasakan demam.” (HR. Muslim).

Namun hari ini kondisi kaum Muslimin ibarat anak ayam kehilangan induknya. Tiada penjaga dan perisai yang melindunginya. Bahkan mengharapkan perlindungan dan pembelaan dari negeri mayoritas Muslim terbesar seperti Indonesia pun hanya utopia belaka. Sungguh semua itu tidak lain sebab ketiadaan khilafah di tengah kaum Muslimin.

Kemalangan akan terus datang menyapa, selama perisai (baca: khilafah) ini tidak ada di tengah kaum Muslimin. Khilafah merupakan raa’in dan junnah bagi kaum Muslimin. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw., “Imam (Khalifah) raa’in (pengurus hajat hidup rakyat) dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR Muslim dan Ahmad).

Demikian juga sabda Rasulullah Saw., ”Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll).

Jelas, solusi Uighur bukan hanya sekadar pemboikotan ekonomi terhadap China. Sebagaimana yang diserukan ulama Malaysia, Mohd Asri bin Zainul Abidin. Tapi semestinya juga diiringi dengan pemutusan berbagai bentuk kerjasama baik ekonomi, politik, hukum, HAM, dsb. Serta mencampakkan kapitalisme sebagai biang kerok problematika dunia dan menggantinya dengan menerapkan Islam secara kaffah dalam bingkai khilafah.

Khilafah inilah yang akan mengirimkan pasukan militernya untuk berjihad menyelamatkan Muslim Uighur dari penindasan China. Hal yang sama juga akan dilakukan pasukan militer khilafah untuk membebaskan Palestina, Rohingya, Suriah, Yaman dan negeri-negeri Muslim lainnya yang ditimpa berbagai penjajahan dan kezaliman.

Sebagaimana Sang Khalifah Al-Mu’tashim menyambut panggilan seorang Muslimah yang dilecehkan penduduk Ammuria (Turki). Sehingga Sang Khalifah mengirimkan pasukan dalam jumlah besar. Di mana diriwayatkan bahwa panjangnya barisan pasukan ini tidak putus dari gerbang istana khalifah di kota Baghdad hingga kota Ammuriah (Turki). Pasukan besar tersebut diturunkan semata-mata untuk memenuhi jeritan panggilan satu Muslimah saja!

Bertolak belakang dengan hari ini, di mana para penguasa Muslim banyak jumlahnya. Tapi tidak satu pun yang berani mengirimkan pasukan militernya untuk menyambut jeritan panggilan ribuan Muslimah Uighur, Palestina, Rohingya, Suriah dan Yaman yang dilecehkan dan direnggut kehormatannya. Sebaliknya mereka justru ketakutan di bawah tekanan rezim zalim nan tamak. Naudzubillah min dzalik.

Jannatu Naflah
Penulis Bela Islam, Pegiat Literasi dan Medsos

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button