NUIM HIDAYAT

Untuk Apa Jadi Presiden, Kalau Menyimpang dari Al-Qur’an?

Ekonomi Islam dibangun dengan zakat, sedekah dan wakaf. Ekonomi Barat yang negara kita sayang menirunya, dibangun atas landasan pajak dan riba.

Jadi sebagai pemimpin harus memperhatikan kebutuhan ekonomi masyarakatnya. Jangan sampai rakyatnya banyak yang kelaparan sementara pejabatnya bermewah mewah. Seperti yang kita temui di negeri kita. Pejabatnya banyak yang rakus padahal jumlah orang miskin menurut bank dunia lebih dari 60 juta.

Masuk akal atau tidak misalnya direksi dan komisaris Pertamina gaji dan tunjangannya tiap tahun tunjangannya ber milyar milyar. Begitu juga anggota DPR dan pejabat pejabat BUMN lainnya. Mereka penghasilannya ratusan juta, sementara rakyat banyak yang kelaparan. Rakyat banyak yang kesusahan untuk makan sehari hari.

Kondisi ini ironis dengan masa ketika Islam berjaya dulu. Misalnya di zaman Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz. Saat itu Baitul mal atau kas negara kaya raya, tapi para pemimpinnya hidup sederhana. Sayidina Umar mampu kalau mau bangun istananya dengan emas, tapi Umar memilih berkantor biasa. Bahkan kadang tidur di bawah pohon. Saking makmurnya di zaman Umar bin Abdul Aziz, rakyatnya tidak ada yang mau menerima zakat. Sehingga zakat akhirnya diekspor ke Afrika.

Tugas yang ketiga adalah menyuruh kepada yang makruf. Makruf berasal dari bahasa Arab. Arafa maknanya dikenal, diketahui. Perbuatan makruf sebenarnya dikenal oleh manusia seluruhnya. Manusia yang hatinya bening tidak ada yang benci kepada perbuatan shalat, zakat, puasa, sedekah, membaca Al-Qur’an dan lain lain. Semua hal yang diperintahkan Allah dan RasulNya adalah makruf.

Jadi pemimpin harus menyuruh rakyatnya jujur, suka bersedekah, membaca Al-Qur’an, menolong orang yang lemah dan lain lain.

Tugas yang keempat dan ini yang paling berat adalah mencegah kemungkaran. Pemimpin harus sekuat tenaga mencegah kemungkaran. Apa itu mungkar? Semua hal yang dilarang Allah dan RasulNya. Misalnya pelacuran, perjudian, minuman keras, bohong dan lain lain. Hati manusia sebenarnya berat melakukan kemungkaran. Tapi karena hatinya berkarat maka hilang rasa berat itu

Jadi kalau di sebuah wilayah kemaksiyatan merajela, maka berdosalah pemimpinnya. Dosa presiden bila membiarkan minuman keras menyebar di negeri ini. Dosa walikota jika membiarkan pelacuran merebak di wilayahnya. Bila pemimpin telah berusaha keras menghapus berbagai kemaksiyatan itu, tapi ada yang melakukannya dengan sembunyi sembunyi maka terlepaslah dosa pemimpin itu.

Nahi mungkar ini berat. Tapi itulah ujian bagi pemimpin. Dengan fasilitas yang diberikan oleh negara, pemimpin harus bisa menjalankan amanah itu. Bila tidak, maka lebih baik ia mundur jagi pemimpin daripada ia menanggung dosa besar di akhirat nanti.

Tugas presiden yang lainnya adalah menegakkan keadilan. Alhamdulillah Qur’an menyebut keadilan adalah dekat dengan taqwa. Presiden tidak boleh sembarangan menangkap aktivis dakwah dengan tuduhan teroris sebagaimana terjadi dalam pemerintahan sekarang ini.

Presiden lewat aparat hukumnya harus menyerukan benar benar menegakkan keadilan. Jangan karena orang salah omong atau salah tulis dipenjara. Kebebasan berpendapat harus dijaga. Dari kebebasan berpendapat itu akan lahir pendapat atau pemikiran yang bagus dimana nanti para pemimpin bisa mengambilnya. Jangan sampai presiden nanti seperti presiden saat ini yang banyak memenjarakan orang yang salah omong. Tidak semua kesalahan harus dipenjara. Kadang kesalahan cukup diberikan teguran atau nasihat.

Menegakkan keadilan tidak mudah. Ia harus memperhatikan banyak pendapat, baik yang pro dan kontra, sebelum memutuskan. Pilihlah pendapat yang terbaik dalam memutuskan suatu perkara.

Laman sebelumnya 1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button