RESONANSI

Muslim Palsu

Muslim palsu adalah yang mengaku muslim tetapi tidak berjender Islam. Manusia yang tak jelas celupan warnanya. Dia laki-laki tetapi berlenggak lenggok perempuan atau perempuan berotot dan melotot seperti laki-laki. Muslim palsu bukan yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya. Ambivalen karakternya. Muslim yang tidak meyakini syariat Islam.

Benar penilaian hakiki ada pada Allah SWT akan tetapi sesama insan tentu dapat menilai juga berdasarkan kriteria yang ada dalam Al-Qur’an atau Sunnah. Tipe apakah sebenarnya dia. Ketika Al-Qur’an sebagai ‘furqan’ membagi kelompok manusia kepada mu’min, kafir, dan munafik, maka parameter untuk menentukan kategori insan tersebut menjadi sangat jelas. Ayat menerangkan ciri untuk masing-masingnya.

Mukmin adalah mereka yang  berkeyakinan dan menjalankan penuh keutuhan ajaran baik akidah, syariah, maupun akhlakul karimah. Kafir, di samping jelas di luar beragama Islam, juga muslim yang menentang akidah, syariah dan akhlak nubuwah. Munafik adalah beragama Islam formal, mengeklaim beriman, akan tetapi ragu terhadap kebenaran Islam. Menginterpretasi Islam sesuai dengan hawa nafsu dan pikiran sendiri. Tanpa basis dalil atau ketentuan.

Shalat dan puasa adalah syariat, begitu juga dengan zakat dan haji. Cara nikah, membagi waris, atau berwakaf dan berekonomi tanpa bunga adalah syariat pula. Lebih jauh syariat mengatur soal larangan LGBT, makan babi, serta aturan pidana baik yang “qath’i” (pasti) maupun “maqasid as syariah” (maknawi). Syariat memiliki keluasan penerapan. Tidak menjalankan apalagi meragukan syariat sebagai hukum Allah dapat dikualifikasikan sebagai kafir atau zalim (Al Maidah 44-45).

Deklarasi Ade Armando cukup menarik. Dengan alasan kebebasan berpendapat ia menyatakan mengaku muslim tetapi tidak yakin syariat itu wajib bagi muslim. Syariat dalam Al-Qur’an hanya berlaku untuk waktu lalu. Soal kebebasan berpendapat ya oke oke saja, cuma menyatakan syariat tidak wajib bagi muslim adalah keliru dan dapat menyinggung keyakinan.

Di sisi lain keyakinan Ade tentu membuka peluang pada orang lain juga untuk boleh dan bebas menilai Ade Armando.

Boleh juga berpendapat atau bertanya Ade Armando itu muslim bukan? Atau boleh juga jika orang berpendapat dan menyatakan bahwa Ade Armando adalah muslim palsu.

Jika tak suka pada pandangan atau penilaian demikian, cepat luruskan pemahaman syariat untuk keyakinannya itu. Syariat itu wajib bagi muslim, bahwa implementasi beragam itu persoalan lain. Jika tak yakin bahwa syariat itu wajib, lalu buat apa Ade Armando shalat?

Atau mungkin benar apa yang disebut Nabi dengan “alladziina yusholuuna walaa yusholuun” Mereka yang shalat tetapi sebenarnya tidak shalat. Atau memang Ade juga ragu bahwa shalat itu adalah syariat dan hanya berlaku dahulu di zaman Nabi saja?

Jika Ade Armando paham akan tata hukum Indonesia, syariat Islam itu sebenarnya sebagian sudah menjadi hukum positif, karenanya sebagai akademisi ia tak patut mempermasalahkan syariat Islam dalam konteks keyakinan umat Islam. Penegakan syariah bukan hal tabu atau terlarang sepanjang pertanggungjawaban akademik, filosofis dan sosiologis dapat diterima.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button