Kutuk Kejahatan Seksual terhadap Anak, HNW: Pelaku Harus Dihukum Berat
Jakarta (SI Online) – Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) mengutuk dan menyesalkan masih terus terjadinya kejahatan seksual terhadap anak di berbagai lembaga Pendidikan di sejumlah daerah di Indonesia.
Hidayat mendesak agar aparat penegak hukum untuk mengedepankan perspektif korban, dengan melindungi korban, dan dengan menghukum dengan sanksi terberat kepada para predator kejahatan seksual terhadap anak-anak.
“Saya mendukung agar Pasal 81 ayat (1) jo Pasal 76 huruf d UU Perlindungan yang mencantumkan hukuman mati bagi kejahatan seksual terhadap anak dapat segera diterapkan, atau hukuman seumur hidup atau 20 tahun dengan pemberatan, agar memberikan rasa terlindungi untuk para korban/anak-anak, dan membuat efek jera, sehingga pihak lain tidak melakukan kejahatan hal yang sama,” kata HNW melalui pernyataan tertulis kepada Suara Islam Online, Selasa (4/1/2022).
HNW mengutuk kejahatan seksual kembali terjadi di lingkungan pendidikan baik di sekolah umum seperti di Medan, maupun pondok pesantren seperti di Ogan Komering Ulu (OKU), Provinsi Sumatera Selatan.
”Seharusnya aparat penegak hukum menjatuhkan hukuman terberat, dan perlindungan terbaik bagi anak didik dan para korban. Tapi semuanya harus dilakukan sesuai aturan hukum, dan memenuhi prinsip keadilan hukum,” tuturnya.
Meski begitu, HNW juga berharap bahwa darurat kejahatan seksual terhadap anak yang sudah menjadi momok bagi anak-anak dan orangtua di Indonesia, tidak dijadikan framing negatif dan generalisasi terhadap institusi pendidikan tertentu seperti Pesantren.
“Karena masalah ini juga terjadi di berbagai lembaga pendidikan di Indonesia, baik yang pendidikan umum, maupun lembaga pendidikan agama non Islam,” ujarnya.
Anggota Komisi VIII DPR itu memaparkan berdasarkan data dari KPAI, anak-anak yang menjadi korban terbanyak kejahatan seksual adalah anak-anak dari usia sekolah dasar (sekolah umum), bukan pondok pesantren.
“Selain itu, di beberapa kasus juga terjadi di sekolah agama lain non-Islam, seperti di Medan yang dilakukan pendeta sekaligus kepala sekolah,” ujarnya.
Lebih lanjut, HNW mengutip laporan KPAI yang mencatat bahwa 88% pelaku kejahatan seksual terhadap anak adalah guru, dengan 40% pelaku adalah guru olahraga, 13% guru agama, dan sisanya adalah guru kesenian, guru komputer, guru IPS, guru bahasa Indonesia dan lainnya.