Alumni ITB Hitam Mampus, Alumni Putih Tetap Berjuang
Kemarin, Ketua Alumni ITB 2016-2020, telah ditangkap Kejaksaan Agung atas perkara korupsi senilai Rp5,7 Triliun kerugian negara. Ini baru satu kasus dalam penerbitan RKAB bodong tambang blok Mandiodo Sulawesi Tenggara.
Perkara ini, sekali lagi, baru satu RKAB Nikel dan baru hitungan satu tahun. Berapa banyaknya kerugian negara atas pat gulipat RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya) bodong selama rezim Jokowi berkuasa, tentu masih harus menjadi perhatian Kejaksaan Agung. Isu banyaknya mafia di sektor tambang ini pasti akan terbongkar nantinya.
Bersama Ridwan Jamaluddin alias Ridwan Jangkung, nama panggilan di aktivis ITB era 80an, ada juga alumni ITB lainnya yang ditangkap. Namun, pengertian alumni hitam dalam tulisan ini hanya menyasar Ridwan Jamaluddin sebagai simbol idola alumni ITB saat ini dan menjadi aktivis utama gerakan mahasiswa 80an Student Center ITB anti Suharto, serta juga alumni-alumni ITB yang menjadi geng Ridwan di jajaran aktivis kealumnian.
Sebelum ini, sebulan yang lalu, saya sudah pernah membahas alumni hitam lainnya dalam kasus Yusrizki, Wakil Ketua Alumni ITB saat ini, yang ditangkap Kejaksaan Agung atas kasus korupsi BTS senilai Rp8 Triliun. Korupsi ini setara dengan 80% projek.
Bersama dia ditangkap beberapa pengurus pusat alumni. Dan Yusrizky diketahui bekerja pada perusahaan milik suami seorang pimpinan politik nasional (“Etika, Korupsi, dan Pengkhianatan Intelektual Alumni ITB”, RMOL, 8/7/2023).
Jika Ridwan merupakan idola dan contoh sukses alumni aktivis 80an, maka Yusrizky contoh tahun 90an. Yusrizky bahkan diberitakan menyumbangkan uang yang cukup ke ITB, sehingga mendapatkan “foot print” di sebuah anak tangga di sekitar taman di ITB. Sekarang keduanya disaksikan rakyat Indonesia adalah Bajingan Jahat, yang menghancurkan negara dan bangsa di atas penderitaan rakyat.
Ketika organisasi alumni ITB dikendalikan Ridwan, ruang publik alumni ITB berkembang pesat dikendalikan kelompok-kelompok pembenci Islam. Kelompok ini, sebagai pendukung Ridwan dan pengurus setelahnya, menyatakan bahwa Islam harus dinetralisir dari ITB, pengaruhnya.
Beberapa hal yang dipersoalkan mereka adalah sumbangan Wardah Group ke Masjid Salman ITB, gugatan mereka atas Masjid Salman sebagai sarang radikal, Majelis Wali Amanah harus memecat Prof Din Syamsuddin yang radikal, Rektor ITB harus yang mereka sensor- tidak boleh radikal, dan lain sebagainya.
Dengan dua contoh tokoh alumni ITB Ridwan dan Yusrizky, mampuslah sudah nasib kelompok alumni ITB anti Islam dan anti pemerintahan bersih. Jika alumni ITB mengetahui secara pasti siapa-siapa saja geng Ridwan Jamaluddin, setidaknya eksistensi mereka sebagai sahabat Dirjen Minerba, dan siapa saja geng Yusrizky, maka cukup bagi alumni secara keseluruhan mengetahui bahwa di balik spirit anti Islam yang dikembangkan selama ini, terungkap bahwa mereka semua adalah bagian dari kejahatan negara, meski sebagian mereka hanya dalam bayangan saja.
Alumni ITB aktivis Student Center selama tahun 80an-90an sebenarnya di masa lalu digembleng untuk menjadi pembela rakyat. Perlawanan terhadap Suharto memakan korban yang besar.
Misalnya, pada akhir tahun ’87 ketika saya bertanggung jawab atas kegiatan akbar Musik Malam Tahun Baru yang isinya antara lain nyanyian kritik “Suharto (Suka Harta Todongan), Sudomo (Superstar Doger Monyet), Harmoko ( Dahar Modol Ngaroko)”, berisiko penangkapan saya dan aktivis lainnya oleh tentara alias Laksusda Jabar. Begitu juga beberapa aksi-aksi di lingkungan ITB, Bandung maupun nasional, khususnya terkait perjuangan “Tanah Untuk Rakyat”.
Semua perjuangan ini mengajarkan nilai-nilai: a. demokrasi dan kebebasan, b. Keadilan untuk rakyat, c. Anti Korupsi.