Gerak Kolektif Hadapi Islamofobia
Perserikatan Bangsa-bangsa menetapkan 15 Maret sebagai “International day to combat Islamophobia” atau Hari Internasional Anti-Islamofobia. Keputusan ini ditetapkan lewat Sidang Umum PBB pada Selasa 15 Maret 2022. Islamofobia adalah salah satu krisis global yang dihadapi masyarakat dunia, demikian kata Ketua MUI Profesor Sudarnoto Abdul Hakim.
Indonesia menyambut baik ketetapan PBB tersebut. Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyambut baik ketetapan tersebut dan mengatakan, “Segala bentuk Islamofobia harus diperangi” seperti prasangka, diskriminasi, ketakutan, dan kebencian terhadap Islam dan Muslim. Menurutnya, semua bentuk prasangka dan ketakutan tersebut dapat mengancam kerukunan dan harmoni antarumat beragama.
Gelombang ketidaktahuan
Islamofobia terjadi karena ketidaktahuan tentang Islam yang diperparah dengan distorsi informasi yang dibuat oleh kelompok anti-Islam. Harus kita akui bahwa di dunia kita sekarang ada kelompok orang yang anti terhadap Islam yang disebabkan karena ketidaktahuannya. Islam yang ia terima adalah gambaran Islam yang keras dan pro-kekerasan, padahal Islam tidaklah demikian. Ketidaktahuan tersebut berkelindan menyebabkan ketidaktahuan kepada orang lain, akhirnya terjadilah gelombang ketidaktahuan yang berdampak pada anti-Islam.
Gelombang ketidaktahuan itu mewujud pada berbagai macam bentuk anti-Islam. Ada yang mengambil bentuk verbal, dan non-verbal, kekerasan dan non-kekerasan. Anti-Islam yang verbal misalnya dapat dirujuk pada berbagai narasi terang-terangan anti-Islam yang tersebar di dunia maya. Aksi kekerasan juga terjadi misalnya bullying, bahkan pembunuhan terhadap orang Islam.
Aksi anti-Islam dalam karikatur masih ada, terutama di Perancis. Corinne Rey, seorang kartunis yang terafiliasi dengan Charlie Hebdo baru-baru ini membuat kartun anti-Islam yang dalam karikaturnya menggambarkan seorang pria Palestina mengejar tikus dan kecoa, kemudian dihentikan oleh seorang perempuan bahwa “belum saatnya buka puasa”, dan tak jauh dari situ ada seorang anak kelaparan sedang mengamati.
Kartun tersebut tidak hanya anti-Islam tapi anti-kemanusiaan, sebab tidak peka dan tidak memiliki Nurani terhadap penderitaan warga Palestina yang belakangan ini diserang bencana kelaparan sebab serangan dan blokade Israel. Pemimpin redaksi majalah Liberation, dimana Corinne Rey memublikasikan kartunnya itu bernama Dov Alvon, seorang mantan intelijen militer Israel Unit 8200. Sikap anti-kemanusiaan ini berkelindan dengan anti-Islam.
Aksi anti-Islam itu kita sebut karena ketidaktahuan. Artinya, jiwa dan pikirannya dipenuhi oleh kabut ketakutan dan kebencian terhadap agama Islam. Kebencian itu ditambah lagi dengan matinya hati nurani yang menyebabkan tidak ada kepekaan sama sekali terhadap masyarakat yang menjadi korban kebiadaban Israel. Semua dunia tahu bahwa Israel telah melakukan kebiadaban, bahkan genosida, pembersihan etnis di Palestina.
Dakwah terus berjalan
Sejak Islam hadir, gelombang kebencian terhadap Islam telah ada. Para sahabat Nabi yang menjadi korban adalah bukti bahwa pembenci Islam telah ada sejak awal. Namun, satu hal yang penting bagi Muslim adalah, apapun yang terjadi, Islam tetap harus didakwahkan dengan cara yang terbaik, yang hikmah dan mau’izhah hasanah atau suri teladan yang baik.
Tak jarang, orang yang sebelumnya anti-Islam kemudian diubah hatinya oleh Allah dan menjadi pendukung Islam yang luar biasa, misalnya Umar bin Khattab yang disegani dan ditakuti kaum Quraisy yang kemudian masuk Islam setelah mendengar surat Thaha.
Sebelumnya, Rasulullah pernah berdoa agar Umar atau Abu Jahal dapat memperkuat Islam, sebagaimana doa beliau yang mulia, “Ya Allah, muliakanlah Islam dengan Abul Hakam bin Hisyam (Abu Jahal) atau Umar bin Khattab.”
Artinya, seorang yang anti-Islam harus disikapi dengan dakwah Islam, bahkan doa. Terkait dakwah, Allah berfirman, “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung,” (QS. Ali Imran: 104).