RESONANSI

Anies ‘Political Obstacle’ versus Gurita Oligarki ‘Political Pillion’

Atmosfera keberadaan mereka di garis luar dengan cara tetap berdagang di era baru modernisasi Indonesia yang disebut pula sebagai orde pembangunan itu.

Dan hingga kini keberhasilan perdagangan mereka saking meraksasanya, populer disebut gurita gigantisme oligarki. Kemudian penguasaan di negeri nusantara ini kekuasaannya di bidang ekonomi nyaris sempurna menguasai di atas 80%.

Dan mereka dengan kekuatan perekonomian se-maha dahsyat itu pun tengah dan akan kembali mencoba meringsek dan merangsek memasuki wilayah kekuasaan politik, ketika bermula pasangan Jokowi-Ahok menjadi Gub-Wagub DKI Jakarta, membuka jalan lapang melenggang menuju Presiden RI.

Jokowi memang menjadi Presiden RI, tetapi ketika Ahok menggantikannya menjadi Gubenrnur DKI Jakarta, terjegal oleh kasus penistaan agama Islam yang dilakukannya.

Ahok pun kandas menjadi Gubernur DKI Jakarta untuk memperpanjang jabatannya, disingkirkan oleh pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno yang menggantikannya.

Dari jejak sejarah kepemimpinan itu, proliterasinya ada banyak permainan “pat gulipat” dalam getas rantai kekuasaan dalam lipatan politik yang kemudian memang “kotak pandora”-nya menjadi terbuka:

Terjadi jaring representasi kekuatan gurita oligarki China itu berada dan ingin merangsek di kekuasaan politik yang digadang-gadang Ahok semula menjadi aktor “mediator”, padahal kelak yang paling didambakan oleh mereka sebagai aktor sasaran premiere primer menjadi “Sang Presiden”.

Tetapi, apa boleh buat dikarenakan terjegal oleh Anies, Jokowi yang kemudian menjadi Presiden, maka Jokowilah yang harus menjadi boneka mereka, dalam anggapan mereka Jokowi, adalah Presiden Boneka mereka.

Dan hebatnya, dalam realitasnya Jokowi Presiden, adalah bukan lagi aktor pemain utama di panggung sandiwara, tetapi aktor utama boneka sesungguhnya.

Dan sebagai Presiden boneka mereka, karena strategi mereka “membonceng”, seperti layaknya mereka memproduksi barang-barang jiplakan, tiruan atau KW, berbiaya dan berharga murah, hingga menguasai perekonomian dunia yang mampu “menggeser” USA.

Demikian pula membiayai ongkos politik menjadikan Jokowi Presiden, berbiaya sangat murah tak lebih dari 5O T. Tetapi, sekali lagi sebagai “pembonceng”, merekalah yang akan mengemudikan dan mengendalikan Presiden dan negara.

Kemudian, mereka menagih kompensasi dengan tanggung rente: menghabiskan APBN, mengeruk PDB, bahkan penguasaan tanpa batas konsensi minerba dan SDA.

Laman sebelumnya 1 2 3 4Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button