AL-QUR'AN & HADITS

Aspek Kemukjizatan Al-Qur’an: Penjelasan Guru Besar Ilmu Al-Qur’an Al-Azhar

Selasa (07/02/2023), Prof. Dr. Muhammad Salim Abu Ashi, Ulama Al-Azhar, mengunjungi Ponpes At-Taqwa Depok. Mantan Dekan Pascasarjana Universitas Al-Azhar tersebut menyampaikan Seminar Ilmiah berjudul “Al-Qur’an dan Tantangan Modernitas”

Sebelum memulai, Syekh Salim–begitu sapaan akrabnya–berterimakasih kepada pihak pondok atas acara yang diselenggarakan.

Dirinya sangat senang dan takjub melihat semangat para pelajar. Terlebih ketika mendengar para santri Ponpes At-Taqwa yang sudah banyak menulis dalam tema-tema penting di umur yang masih belia.

“Saya yakin dari Bangunan Ilmu (al-Sharh al-Ilmiy) ini akan lahir para ulama, pemikir, penulis yang hebat di masa yang akan datang!” ujarnya.

Memulai tema seminarnya, penulis kitab Al-Mushtashfa fi Ulumil Qur’an ini menyampailan hal penting tentang Al-Qur’an. Menurutnya sedari awal seorang muslim harus meyakini bahwa Al-Qur’an bukan buatan manusia. Keyakinan ini bukan sebatas mengikuti alias taklid, atau mengiyakan apa yang telah diwariskan dari pendahulu kita. Namun harus dengan dibuktikan. Pembasan inilah yang dikaji oleh ulama dalam tema I’jaz Al-Qur’an.

Al-Qur’an adalah mukjizat. Makna mu’jiz adalah melemahkan siapapun untuk mendatangkan yang sama sepertinya. Kendati sepakat dalam poin ini, namun para ulama berbeda pendapat di mana letak kemukjizatan Al-Qur’an itu. Banyak ulama—di antaranya Abdul Qahir Al-Jurjani—yang menilai bahwa letak kemukjizatan Al-Qur’an ada pada struktur lafadznya (al-Nazhm). Namun ada yang berpendapat lainnya. Kesemua aspek ini sudah ditulis dan dituangkan oleh Syekh Salim dalam satu buku khusus bernama “La Ya’tuuna bi Mitslihi Diraasatun fii I’jaaz Al-Qur’an”.

Dari salah satu banyaknya aspek kemukjizatan itu, Syekh Salim menjelaskan perihal Aspek Pesona Keagungan Tuhan dalam lafadz Al-Qur’an. Ulama menamakan aspek ini dengan “Mazhar Jalaal al-Rubuubiyyah”. Pada intinya aspek ini hendak menjelaskan bahwa kalimat di Al-Qur’an, jika dilihat isinya, tidak mungkin dikatakan oleh manusia sehebat apapun manusia itu.

Ulama bermazhab Hanafi ini berangkat dengan sebuah permisalan sederhana. Setiap sastrawan pasti memiliki gaya bahasa khusus. Antara sastrawan A dan B tentu punya gayanya masing-masing. Tidak mungkin si A menyamai si B. Bagaimanapun cara si A menyamainya, tentu akan terlihat perbedaannya, baik dari segi gaya bahasa ataupun isinya. Begitupun Al-Qur’an, jika kita telaah isi dan perkataannya, kita akan menemukan banyak ayat yang tidak mungkin terlontar dari seorang manusia.

Contohnya saja ayat dalam surat Qaf yang berbunyi, “Sungguh, Kami benar-benar telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh dirinya. Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.”

“Manusia, bagaimanapun kekuatan yang ia miliki, tidak akan mungkin mengucapkan kalimat ini. Ia tidak mungkin mengatakan dirinya telah menciptakan dan mengetahui apa yang dibisikan hatinya..” ujar Syekh Salim.

Inilah yang diistilahkan dengan Mazhar Jalaal al-Rubuubiyyah itu (Aspek Pesona Keagungan Tuhan) dalam Al-Qur’an. Lafadz dalam Al-Qur’an menunjukan ke-Tuhan-an Al-Qur’an itu, yakni ia bersumber dari Tuhan, bukan tulisan manusia. Ini bisa dibedakan dengan perkataan Fir’aun yang Allah gambarkan di Al-Qur’an:

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button