OASE

Ayat-Ayat Kebesaran Allah dalam Peristiwa Isra’ Mi’raj

Di puncak terjalnya aral, beruntunnya duka dan gelapnya jalan dakwah, terjadi momen Isra’ Mi’raj. Aral dakwah yang tak pernah henti dipancang kafir Quraisy, malah mendatangkan keputusasaan pada mereka. Karena ragam penyiksaan dan propaganda mereka tak berhasil memadamkan cahaya dakwah.

Klimaksnya mereka menempuh cara yang lebih tak manusiawi, yaitu pemboikotan. Tak hanya boikot aktivitas muamalah tapi juga perkawinan dan hubungan sosial. Dimulai dari tahun ketujuh sampai kesepuluh masa kenabian. Waktu yang tak singkat, menjadikan kelaparan dan kefakiran menjalar. Terpaksa kaum muslim mengonsumsi kulit pohon dan dedaunan. Tak ayal lagi, penderitaan makanan sehari-hari dan kesempitan hidup minumannya. Tak ada yang sanggup menjalaninya, kecuali jiwa-jiwa yang terhujam takwa dalam akal dan qalbunya.

Enam bulan setelah lepasnya pemboikotan, duka beruntun menyapa Rasulullah. Paman Beliau Abu Thalib sakit kritis dan akhirnya meninggal. Diduga kuat akibat tekanan boikot yang melemahkan fisiknya yang renta. Bagi Rasulullah, Abu Thalib bukan hanya sekadar paman, tapi lebih dari seorang bapak. Karena Beliau tak hanya mengasuh Rasulullah sejak kecil, tapi selalu pasang badan melindungi dakwah.

Disusul dengan mutiara hati Beliau, Khadijah berpulang ke rahmatullah. Ummahatul mukminiin bagi Rasululllah, lebih dari seorang istri. Karena Beliau tak hanya meneguhkan hati dan meringankan beban berat Rasululllah di masa awal dakwah. Tapi senantiasa mengorbankan jiwa dan hartanya untuk kemuliaan dakwah. Kepergian dua orang yang begitu dicintai, menorehkan kesedihan mendalam bagi Rasululllah. Sehingga tahun ini disebut sebagai ‘aamul huzni (tahun kesedihan).

Jalan dakwah untuk tegaknya kedaulatan Islam di Mekkah pun semakin gelap. Masyarakat Mekkah yang berpegang teguh pada akidah, adat istiadat, pemahaman sesat warisan nenek moyang, mati-matian menolak dakwah. Upaya mengembangkan titik dakwah di luar Mekkah pun mengalami jalan buntu. Berbagai kabilah seperti Bani Kindah, Kilab, Bani ‘Amir bin Sha’sha’ah dan Bani Hanifah menolak tawaran dakwah. Bahkan memusuhi, mengisolir dan mengepung Rasulullah. Penolakan dakwah yang sangat menyakitkan datang dari Bani Tsaqif di Thaif. Tak hanya cacian yang diterima Rasulullah, tapi juga pengusiran disertai penganiayaan fisik. Sepulang dari Thaif, keadaan pun semakin genting. Karena kafir Quraisy sudah merencanakan untuk membunuh Beliau.

Malam Berkah, Bertabur Mu’jizat

Tak ada kesukaran, penderitaan dan duka yang abadi di dunia selama menggantungkan asa hanya pada Rabb semesta alam. Allah adalah sebaik-baiknya tempat bertawakal. Hal inilah yang menjadi keyakinan Rasulullah. Pucuk dicinta ulam tiba, di malam Rajab yang Allah berkahi, Rasululullah diperjalankan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa (Isra’). Dilanjutkan dengan dinaikkannya Beliau ke langit tertinggi di Sidratul Muntaha sampai menghadap Allah (Mi’raj). Allah SWT abadikan peristiwa agung tersebut dalam firman-Nya :

سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ

“Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.” (QS. Al Isra’ ayat 1).

إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى, مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى, لَقَدْ رَأَى مِنْ آيَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى

1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button