SUARA PEMBACA

Jangan Biarkan ‘Mereka’ Tertawa

Waspada ‘Mereka’ Memecah Belah Umat

Patut dipertanyakan ada apa di balik seruan mengganti sebutan kafir. Konon kabarnya rekomendasi tersebut kental dengan aroma liberal. Tak tanggung-tanggung tudingan itu mencuat dari internal NU sendiri. Salah satunya dari KH Luthfi Bashori, Pengasuh Pesantren Ribath Al Murtadla Al Islami Singosari, Malang. Menurut Kiai Luthfi pencabutan label kafir bagi non muslim itu merupakan permainan orang-orang liberal yang ingin mengamandemen Alquran.

“Ini permainan kaum sekuler liberal yang ingin mengamandemen ayat-ayat Allah. Mereka masuk melalui NU dan merusak pemahaman orang Islam itu sendiri,” kata Kiai Luthfi. Lagi pula menurut beliau, sebutan muslim dan kafir sudah final. Antara muslim dan non muslim sejak dulu tidak ada masalah, tidak ada permusuhan dan perselisihan. (eramuslim, 1/3/2019).

Bila benar yang dikatakan, sudah tentu umat harus waspada. Bahaya laten menanti. Sebab sejak dulu paham liberalisme beserta jaringannya berupaya menggerus akidah Islam dari benak muslimin. Selain itu juga berpotensi memecah belah silah ukhuwah antara umat.

Begitu berbahayanya paham liberal ini sampai mantan Ketua Umum PBNU, Hasyim Muzadi (allahuyarham) mengimbau umat Islam untuk meninggalkan paham liberalisme. Paham liberal dianggap paham yang tidak sejalan dengan semangat Islam.

Bahkan disebutkan sebagai setengah kafir.

“Kalau di negara muslim dianggap setengah kafir. Kalau di negara Eropa dianggap kurang sempurna kafirnya,” katanya. (republika.co.id, 14/10/2014).

Lebih jauh liberalisme sejatinya memang mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas dan menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama (wikipedia).

Wajar jika paham ini menemukan habitatnya dalam sistem demokrasi. Tak lain karena keduanya sama-sama memuja kebebasan individu. Agama hanya dipandang sebagai dogma yang mengikat dan mengekang kreativitas, untuk itu harus dijauhkan. Bila pun diakui maka tak akan diizinkan ikut andil dalam mengatur urusan kehidupan. Miris. Sebab tak bisa dipungkiri itulah yang kita saksikan saat ini.

Dengan demikian hadirnya liberalisme sebagai pihak ketiga harus dielakkan. Jika tidak, bukan mustahil keyakinan umat terhadap Allah dan Rasul-Nya tereduksi perlahan. Kesatuan umat pun dalam ancaman. Sungguh ironi bila ‘mereka’ tertawa sedang umat masih saling berbantahan.

Laman sebelumnya 1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button