NUIM HIDAYAT

Kisah Inspiratif: Menjadi Kaya tapi Zuhud

Buku ini menarik, karena mendorong kaum Muslim untuk kaya. Penulisnya, Islam Jamal, membantah adanya anggapan bahwa Islam mendorong umatnya untuk miskin. Rasulullah adalah orang kaya. Sejak muda jadi pengusaha yang sukses dan hidup dengan berkecukupan dengan istrinya Khadijah. Tetapi kekayaan yang dipunyai Rasulullah bukan untuk berfoya-foya, tapi untuk membantu orang miskin dan perjuangan umat Islam.

Rasulullah mengajarkan doa, ”Ya Allah aku berlindung kepadaMu dari kekafiran dan kefakiran.” Dalam kesempatan lain Rasulullah berdoa, ”Ya Allah aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketakwaan, kesucian dan kekayaan (kecukupan).” Al-Qur’an menyatakan kondisi beliau, ”Dan mendapatimu sebagai seorang yang fakir, lalu Dia memberimu kecukupan.” (QS Adh Dhuha 8)

Ketika Anas bin Malik dibawa ibunya ke rumah Nabi, ibunya berkata kepada Nabi, ”Wahai Rasulullah, ini Anas pelayanmu, maka doakanlah dia kepada Allah.” Beliau pun berdoa, ”Ya Allah, perbanyaklah hartanya dan anak-anaknya dan berkahilah dia dengan apa yang telah Engkau berikan kepadanya.”

Anas saat sudah tua, berkata untuk membenarkan doa Nabi Saw, ”Demi Allah, hartaku banyak sekali dan anakku serta cucu-cucuku benar-benar mencapai sekitar 100, hari ini.”

Sofyan ats Tsauri adalah seorang yang terdepan dalam zuhud dan salah satu ulama terbesar dalam Islam. Ia dijuluki Amirul Mukminin dalam hadits karena karena ketelitiannya dan hafalannya yang kuat dalam ilmu hadits. Ia juga merupakan seorang ulama yang ahli ibadah yang menghabiskan seluruh malamnya untuk ibadah kepada Allah SWT.

Namun demikian ia juga seorang yang kaya raya. Seseorang pernah mencelanya karena banyaknya harta, mempertanyakan bagaimana bisa zuhud bersatu dengan kekayaaan. Ats Tsauri menjawab, ”Diamlah. Jika bukan karena harta, para raja akan memperlakukan kita seperti lap kain di tangan mereka.” Lalu ia berkata, ”Zuhud bukanlah makan makanan kasar dan memakai pakaian kasar, tapi zuhud adalah ketika dunia ada di tanganmu bukan di hatimu. Dan kamu tidak peduli apakah dunia datang atau pergi.”

Ketika Umar bin Khattab melihat seorang lelaki di masjid yang hanya beribadah dan tidak meninggalkan masjid. Ia bertanya kepada orang-orang tentang lelaki itu. Mereka menjawab, ”Dia adalah seorang Zahid yang ahli ibadah.” Umar bertanya lagi, ”Siapa yang menafkahinya?” Mereka menjawab, ”Kami semua.” Umar berkata, ”Kalian semua lebih ahli ibadah daripada dia.”

Seorang Zahid mencela Imam Abu Hasan al Syadzili ketika melihatnya mengenakan pakaian yang mahal dan mewah saat shalat. Ia berkata dengan heran, ”Apakah ini pakaian untuk beribadah kepada Allah?” Abu Hasan menjawab, ”Wahai saudaraku pakaianku menyatakan diriku sebagai orang kaya (tidak butuh) dihadapan manusia. Sedangkan pakaianmu menyatakan diri sebagai orang fakir (butuh) kepada mereka.”

Maka, salah satu doa orang-orang shalih adalah, ”Ya Allah buatlah kami zuhud terhadap dunia, luaskanlah rezeki kami dari dunia dan janganlah Engkau menjauhkan dunia dari kami lalu Engkau membuat kami cinta kepada dunia.”

Penulis buku ini kemudian memaparkan tentang sepuluh sahabat Rasulullah yang dijamin surga. Mereka adalah: Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, Abu Bakar ash Shiddiq, Zubair bin Awwam, Abu Ubaidah bin Jarrah, Said bin Zaid, Saad bin Abi Waqqash dan Thalhah bin Ubaidillah.

Ternyata, enam dari sepuluh sahabat yang dijanjikan surga itu adalah orang-orang terkaya pada zamannya. Jika kekayaan mereka diukur dengan standar zaman kita sekarang, mereka akan menduduki peringkat teratas dalam daftar Majalah Forbes, sebagai orang terkaya di dunia.

Jadi di dunia ini ada orang kaya yang shalih dan ada orang miskin yang shalih. Rasulullah saw tidak membedakan mereka. Bahkan Rasulullah membina dan mendorong mereka untuk saling bantu membantu.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button