OASE

Menjadi Jiwa yang Tenang untuk Menghadap Allah

Dunia ini hanyalah ruang ujian. Ruang cobaan yang berisi berbagai persoalan yang harus kita selesaikan. Yang berhasil lulus di antara kita adalah orang-orang yang benar menjawab dan memiliki banyak bekal dalam mempersiapkan perjumpaannya dengan Allah Swt. Lalu, apakah sebenarnya bekal terbaik menghadap Allah Swt?

Allah Ta’ala berfirman dalam Qs. Al-Fajr ayat 27-30:

يٰٓاَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَىِٕنَّةُۙ ارْجِعِيْٓ اِلٰى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً ۚ فَادْخُلِيْ فِيْ عِبٰدِيْۙ وَادْخُلِيْ جَنَّتِيْ ࣖࣖ

“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku.”

Pada ayat di atas, ada jiwa dari manusia yang mendapatkan panggilan kehormatan dari Allah Swt. Jiwa itu adalah jiwa yang tenang atau an-nafsul muthmainnah. Jiwa yang Allah panggil karena hati mereka yang selalu rida kepada Allah dan Allah pun meridai mereka.

Mencapai jiwa yang tenang ini tidaklah mudah. Ada beberapa tingkatan jiwa manusia yang digolongkan oleh para ulama yaitu:

  1. Jiwa yang buruk dan dikuasai oleh amarah atau yang dikenal dengan an-nafsul amarah bissu’.
  2. Jiwa yang labil atau dikenal dengan an-nafsul lawamah. Yaitu jiwa yang selalu menghinakan dirinya sendiri. Tidak punya pendirian dalam kebenaran dan tidak istiqomah. Pagi beriman, di malam hari kembali kafir.
  3. Jiwa yang sudah bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Jiwa ini dikenal sebagai an-nafsul mulhimah atau an-nafsul malhamah. Yaitu jiwa yang sudah bisa membedakan mana yang fujur (buruk) dan mana yang takwa. Tahu dimana lingkungan jahat dan dimana lingkungan yang takwa. Mana yang harus dijauhi dan mana yang harus didekati; atau bahkan ditekuni. Jiwa seperti ini adalah jiwa yang sudah mengerti kemana akan berjalan dalam kehidupan.
  4. Tingkat selanjutnya barulah yang disebut sebagai an-nafsul muthmainnah yaitu jiwa yang pada hari kiamat tenang batin dan jiwanya. Tidak ada rasa takut dan tenang menghadapi berbagai kejadian di Yaumul Hisab yang mengerikan. Karena, imannya yang lurus dan amalannya yang salih sesuai dengan tuntunan Rasul-Nya.

Ini adalah empat level jiwa yang harus kita bina setiap waktu. Agar bila masih di bawah, bisa naik ke peringkat yang lebih tinggi dan bila sudah berada dalam kategori jiwa yang tenang, bisa tetap bertahan hingga ajal menjemput. Ini adalah pembinaan sumber daya manusia (SDM) yang seharusnya kita lakukan. Bukan pembinaan yang melulu berorientasi kepada dunia yang semu. Dunia yang fana ini, yang kelak akan musnah.

Orang-orang yang berhasil membina jiwa mereka hingga sampai pada level an-nafsul muthmainnah adalah jiwa yang telah menerima nikmat karena yakin dan percaya kepada pemberian Allah Swt. Saat mereka masih di dunia, mereka juga percaya dengan rahmat-rahmat yang Allah Ta’ala berikan.

Hidup di dunia ini sejatinya akan menjadi sederhana dan tenang untuk dijalani, bila kita meyakini tiga hal:

  1. Ada perintah yang harus dijalankan, ada larangan yang harus ditinggalkan, dan ada takdir yang harus diridai. Karena itu, sangat penting untuk meyakini bahwa hidup ini hanya menjalani perintah Allah Swt. Menjauhi setiap larangan-Nya dan rida terhadap semua takdir-takdir-Nya. Baik atau buruk, tugas kita hanyalah mengikutinya saja.
  2. Yakini setiap janji baik Allah. Sehingga kita tidak tergoda untuk mengikuti selain Allah Ta’ala. Setiap kali harus berhadapan dengan kenyataan yang tidak sesuai harapan, kita pun masih memiliki pegangan bahwa janji baik Allah pasti akan terwujud, meski waktunya tidaklah datang seperti yang kita harapkan.
  3. Takuti setiap larangan Allah Swt. Ini akan membuat kita terjaga dari godaan kemaksiatan, kesenangan dunia yang melenakan, atau bahkan menahan kita dari melakukan hal yang menzalimi diri sendiri manakala musibah atau ujian datang.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button