OPINI

Perlawanan Seniman Bandung

“Saya tak peduli tanah milik siapa, tetapi saya tergerak hati bahwa yang dihancurkan adalah masjid.” Demikian salah seorang seniman lukis Herru Prayogo menyatakan. Sebagai budayawan ia tidak bisa menerima hilangnya masjid yang kini berubah menjadi mini mart Indomaret. “Saya ekspresikan sikap ini dengan lukisan”. Herru menjadi salah satu pelukis dalam aksi performance art di Jalan Cihampelas depan Indomaret tersebut.

Sejumlah seniman menggoreskan aspirasi atau kegundahan hatinya dalam lukisan. Nuansa kelam kesedihan terasa dari berbagai coretan dalam kanvas. Herru Prayogo meski baru mengalami musibah kecelakaan di jalan namun memaksakan datang untuk melukis Masjid Nurul Ikhlas dalam mendung atau kegelapan judulnya “Cagar Budaya yang Hilang”. Herru Prayogo dikenal sebagai pelukis tercepat di Asia Tenggara. Untuk sebuah lukisan kompleks ia mampu melukis lima atau enam menit saja.

Baca juga: Tangkap Penghancur Masjid!

Lain lagi dengan Asep Berlian, alumnus Seni Rupa dan Design ITB dan pernah mengikuti program Magister di Melbourne, dengan kostum hitam bertopeng dan berantai besi, ia melukis “perlawanan” atas penghancuran masjid Nurul Ikhlas Cihampelas. Di tengah lukisan Masjid Nurul Ikhlas, tergambar kumpulan orang dengan berbagai tulisan “kembalikan masjid ummat”, “kapitalis Bandung”, “tangkap.. adili yang jual cagar budaya heritage Sunda”, “ummat Islam marah”, “merdekakan tanah pribumi” dan lainnya.

Asep Berlian yang pernah menjadi pelukis utama saat peringatan Asia Afrika dan memiliki pengalaman pameran di berbagai belahan dunia, merasa perlu meneriakkan suara keadilan melalui kanvas yang selalu menjadi sahabatnya. Mungkin baginya pemilik Indomaret adalah bagian dari “kapitalis Bandung” yang ia tulis. Entahlah. Yang pasti ia siap membela masjid cagar budaya yang secara brutal telah dihancurkan itu.

Asep yang lain adalah Asep Kandang Wesi yang lebih dikenal dengan Asep KW. Lukisannya sangat bermutu, tidak “kw”. Goresan pertamanya di kanvas performance art adalah tangan besar berkuku tajam, ada tetesan darah. Mengacak-acak masjid. Lalu ada jalan yang menggambarkan 7 Indomaret di Jalan Cihampelas . Berjarak pendek. Mungkin tangan besar berkuku dan berdarah adalah simbol dari keserakahan perusahaan ritel Indomaret. Seorang pemulung ikut dilukiskan. Menurut Asep, pemulung itu adalah sahabatnya yang senantiasa berbincang soal masjid Nurul Ikhlas dan Indomaret.

Ada pelukis lain Bambang Harsito yang menuangkan dengan nuansa relijius. Kaligrafi yang menempatkan Allah di atas. Bahwa semua rencana manusia yang materialistis akan berhadapan dengan kehendak Ilahi Yang Maha Kuasa. Masjid yang dikaburkan ataupun dikuburkan dalam gambar, bukanlah akhir. Ada masa bahwa kebenaran akan terkuak dan tegak.

Seniman “dadakan” pun diberi ruang untuk berekspresi. Kolaborasi yang menghasilkan konklusi bahwa masjid dalam keadaan terkepung oleh tuduhan dan fitnah dari si penghancur. Termasuk pura-pura bodoh soal cagar budaya. Perda dan Undang-Undang yang
dicoba untuk dilawan.

Masyarakat Bandung dipastikan tidak akan tinggal diam. Seniman telah melakukan perlawanan.

Painting is sharper than words–Lukisan lebih tajam daripada perkataan.

M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan.
Bandung, 24 Maret 2022

Artikel Terkait

Back to top button