FOKUS MUSLIMAH

Selamatkan Perempuan dari Sesat Pikir Kesetaraan Gender

Pada akhirnya orientasi seksual dibebaskan, pernikahan tak lagi dibatasi hanya menjadi antar dua jenis manusia tapi memungkinkan untuk dilakukan dengan sesama jenis. Kriminalisasi terhadap LGBT akan menjadi pengekangan dan permusuhan terhadap HAM. Institusi rumah tangga sebagai pencetak generasi pun tak luput dari kerusakan.

Kaum perempuan semakin terpuruk dalam kenistaan, jauh dari kemuliaan. Bahkan tanpa disadari, perempuan dieksploitasi secara fisik bahkan diikutsertakan dalam arus eksploitasi ekonomi. Pada akhirnya telah menambah daftar panjang berbagai permasalahan sosial lainnya terutama terjadinya degradasi kualitas generasi manusia.

Islam Memuliakan Perempuan

Sebelum Islam hadir, perempuan dianggap makhluk lemah tak berharga. Adalah aib bagi keluarga yang memiliki anak perempuan. Bahkan bangsa Arab jaman dulu akan langsung membunuh atau menguburnya hidup-hidup apabila bayi yang dilahirkan berjenis kelamin perempuan. Peran perempuan pun dimarginalkan, hanya berkutat pada dapur, kasur, sumur.

Kemudian Islam hadir untuk menghapuskan kepiluan perempuan. Menjadikannya makhluk mulia dan wajib dijaga kehormatannya. Allah menempatkannya sebagai perhiasan dunia yang paling berharga karena ketakwaannya, meletakkan surga di bawah telapak kakinya, membuatnya setara dan sederajat dengan laki-laki.

Namun Islam memberi rambu-rambu besar dalam kesetaraan ini. Banyak hal yang dibiarkan tetap global dan rinciannya disesuaikan dengan keadaan. Pada prinsipnya antara laki-laki dan perempuan terdapat banyak perbedaan. Sebagaimana tak sedikit persamaan diantara keduanya. Dan fungsi-fungsi yang diperankan pun disesuaikan dengan struktur fisik dan kondisi non fisiknya.

Dengan demikian keduanya mustahil disamakan secara mutlak sebagaimana tak juga bisa selalu dibedakan dalam segala hal. Keseimbangan dalam hal persamaan dan perbedaan inilah yang menempatkan perempuan di bawah naungan syariat Islam menjadi mulia dan bermartabat.

Sebelumnya perempuan tak pernah mendapatkan hak warisnya. Ketika Islam hadir, perempuan diberikan hak waris sebagai sebuah aturan yang menyeluruh. Perempuan juga mendapatkan hak belajar dan menuntut ilmu, keluar rumah dan beraktivitas, hak meriwayatkan hadits dan pergi ke medan peperangan sebagai paramedis maupun pejuang. Sebagaimana ia pun mendapatkan jatahnya dari harta rampasan perang (ghanimah).

Islam bahkan tak pernah melarang perempuan untuk berpenghasilan dan bekerja, namun tidak serta merta kewajiban mencari nafkah dibebankan kepadanya. Bekerja hanya untuk mengaplikasikan keilmuaan yang didapatkannya. Tapi karena pengaruh kapitalisme yang terus didengungkan para penggiat feminisme, standar perempuan produktif adalah perempuan yang bekerja (wanita karier).

Perempuan dipaksa untuk ikut dalam arus eksploitasi ekonomi yang pada akhirnya telah menurunkan berbagai permasalahan sosial lainnya terutama terjadinya degradasi kualitas generasi manusia. Tugas mulia menjadi ummu warabatul bait (ibu pengatur rumah tangga) ditinggalkan, bahkan rela menanggalkan kehormatan dan sisi kewanitaannya demi materi. Rumah tangga dianggap belenggu bagi perempuan.

Hanya menerapkan syariat Islam secara kaffah merupakan satu-satunya jalan keluar bagi permasalahan perempuan. Karena standar dalam Islam bukanlah materi akan tetapi keridhaan Allah SWT. Tugas mulia yang dibebankan kepada perempuan pun menjadi sesuatu yang sangat membanggakan dan berharga. Sebagai pencetak generasi unggul, berakhlak karimah, dan penerus bangsa. Wallahu’allam bisshawab.

Ika Nur Wahyuni
Komunitas Menulis WCWH

Laman sebelumnya 1 2
Back to top button