OPINI

Ujaran Kebencian dan Kritik Penguasa, Samakah?

Merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti dari kritik adalah: kecaman atau tanggapan, kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat, dan sebagainya. Kritik yang disampaikan sejatinya dalam rangka memperbaiki pendapat atau perilaku seseorang. Sebaliknya, bukan didasarkan atas kebencian terhadap orangnya. Kritik, dilakukan dengan menggunakan pilihan kata yang tidak menyinggung perasaan, sopan dan bijaksana. Tetapi, tetap tidak mengurangi ensensi kritiknya. Berbeda dengan ujaran kebencian, fitnah dan penghinaan yang dilakukan dengan narasi yang menyinggung perasaan. Bahkan tidak sopan dan tidak bijaksana serta, tidak bertujuan untuk memperbaiki pendapat atau prilaku seseorang.

Harus ada pembedaan antara hate speech dan kritik. UU ITE dapat menjadi undang-undang yang melindungi masyarakat, namun karena ‘fleksibilitasnya’ dan minimnya pengetahuan masyarakat atas dikotomi free speech dan hate speech, UU ITE dapat disalahgunakan dan justru membuat banyak pihak yang mungkin pada hakikatnya tidak bersalah menjadi tersangka. Penguasa dapat menggunakan UU ITE untuk menyingkirkan lawan politiknya atau siapapun yang dapat mengancam dirinya. Di era demokrasi pun makin jelas terlihat, karena masih terdapat ketidakseimbangan dalam masyarakat, yaitu antara yang memiliki kuasa dan yang tidak. Karena sejatinya, demokrasi bukanlah memihak kepada rakyat, melainkan memihak yang berkuasa untuk melanggengkan kekuasaannya.

Islam dan Ujaran Kebencian

Islam sangatlah berbeda dengan sistem demokrasi. Islam merupakan rahmat bagi semesta alam, menyuruh berbuat kebaikan, berlaku adil dan menolong sesama, bahkan binatang melata sekalipun tidak boleh dianiaya. Namun di sisi lain Islam ‘mengajarkan kebencian’ dan menyeru manusia untuk membenci apa yang dibenci oleh Islam. Rasulullah bersabda:

Apabila Allah membenci seorang hamba, maka Allah akan memanggil Jibril dan berfirman, “Sesungguhnya Aku membenci si Fulan, maka bencilah ia.” Rasulullah saw. bersabda, “Kemudian Jibril pun membencinya dan menyeru kepada penghuni langit, sesungguhnya Allah telah membenci si Fulan, maka bencilah ia.” Rasul saw. bersabda, “Kemudian mereka pun membencinya dan setelah itu kebencian baginya akan diletakan di bumi.” (HR. Muslim)

Dengan demikian hadits ini menunjukkan wajibnya membenci orang yang dibenci oleh Allah Ta’ala.

Masalahnya muncul ketika apa yang dibenci Allah itu justru dibela dan dilindungi oleh kekuasaan, lalu hukum dibuat untuk memberi sanksi kepada ‘siapa saja’ yang melanggarnya.

Pasal 28 ayat (2) UU ITE misalnya, berpeluang menjadi pasal ‘karet’ untuk menjerat siapa saja yang tidak disukai untuk diberi hukuman dengan alasan telah melakukan ‘ujaran kebencian’. Andai pasal ini diterapkan pada masa Rasulullah, tentu sahabat Abdullah bin Rawahah r.a bisa terjerat, karena beliau ‘menebar kebencian’ berdasarkan agama, yakni Yahudi. Imam Malik meriwayatkan dalam al-Muwaththa’ bahwa Abdullah bin Rawahah berkata kepada Yahudi Khaibar: “Wahai kaum Yahudi! Kalian adalah makhluk Allah yang paling aku benci. Kalian telah membunuh para Nabi dan telah mendustakan Allah. Tapi kebencianku kepada kalian tidak akan mendorongku untuk berlaku sewenang-wenang kepada kalian.”

Bahkan Rasulullah adalah orang yang paling layak dijerat dengan pasal tersebut karena beliau melaknat perilaku LGBT. “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. Al-Bukhari).

Bukan hanya melaknat, beliau bahkan menyuruh menghukumnya dengan hukuman mati (tentu bukan untuk main hakim sendiri).

Termasuk dalam hal ini adalah membenci orang yang suka mendebat perintah Allah, sebagaimana terdapat dalam hadits Mutafaq ‘alaih dari ‘Aisyah dari Nabi saw., beliau bersabda: “Sesungguhnya orang yang paling dibenci Allah adalah orang yang suka menentang (mendebat) kebenaran”.

Jika keburukan, kemaksiatan, kebohongan dan setiap pelanggaran dari hukum syara’ itu ditampilkan terang-terangan, siapapun pelakunya, maka hendaknya kita membenci pelakunya karena keburukannya tersebut.

Laman sebelumnya 1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button