TELADAN

Jalinan Cinta Para Sahabat Nabi Saw

Rasa cinta karena Allah yang tertanam dalam setiap sahabat Nabi Saw, baik kaum Muhajirin maupun Anshar, adalah salah satu asas penting berdirinya masyarakat Islam di Madinah.

Abdurrahman bin Auf termasuk kelompok delapan orang yang mula-mula masuk Islam. Ia adalah salah satu sahabat Nabi Saw yang benar-benar teruji cinta Ilahi.

Abdurrahman juga tergolong sepuluh sahabat yang diberi kabar gembira oleh Rasulullah masuk surga dan termasuk enam orang sahabat anggota tim formatur yang bermusyawarah dalam pemilihan khalifah setelah Umar bin Al-Khathab.

Semasa Jahiliyah, ia dikenal dengan nama Abd Amr. Setelah masuk Islam, Rasulullah memanggilnya Abdurrahman bin Auf. Ia memeluk Islam sebelum Rasulullah menjadikan rumah Al-Arqam sebagai pusat dakwah. Ia mendapatkan hidayah dari Allah dua hari setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq memeluk Islam.

Seperti kaum Muslimin yang pertama-tama masuk Islam lainnya, Abdurrahman bin Auf tidak luput dari penyiksaan dan tekanan dari kaum kafir Quraisy. Namun ia tetap sabar dan tabah. Abdurrahman turut hijrah ke Habasyah bersama kawan-kawan seiman untuk menyelamatkan diri dan agama dari tekanan Quraiys.

Tatkala Rasulullah Saw dan para sahabat diizinkan Allah hijrah ke Madinah, Abdurrahman menjadi pelopor kaum Muslimin. Di kota yang dulu bernama Yatsrib ini, Rasulullah mempersaudarakan orang-orang Muhajirin dan Anshar. Abdurrahman bin Auf dipersaudarakan dengan Sa’ad bin Rabi Al-Anshari.

“Ketika kami sampai di Madinah, Rasulullah mempersaudarakan antara aku dan Sa’ad bin Rabi’,” kata Abdurahman seperti dikutip Prof. Dr. Muhammad Ash-Shalabi dalam kitab as-Sirah Al-Nabawwiyah.

Lantas Sa’ad bin Rabi’ berkata kepada Abdurrahman, “Aku adalah orang dari golongan Anshar yang memiliki banyak harta, maka aku membagi setengah hartaku untukmu. Kemudian aku akan menjatuhkan talak kepada istriku. Maka jika masa iddahnya sudah habis maka nikahilah dia.”

Maka berkatalah Abdurrahman, “Aku tidak membutuhkan hal seperti yang engkau katakan, apakah di pasar terdapat usaha perdagangan?” Sa’ad menjawab, “Di pasar Qainuqa’.” Maka Abdurrahman datang kesana pada pagi harinya dengan membawa keju dan mentega.

Sa’ad berkata, “Abdurrahman sangat giat berjualan di pasar.” Hingga nampak pada wajahnya rona pucat, Rasulullah bertanya, “Apakah engkau sudah menikah?” Dia menjawab,”Ya.” Rasulullah bertanya lagi, “Dengan siapa?” Dia menjawab, “Seorang wanita dari Anshar.” Rasulullah bertanya kembali, “Berapa mas kawinmu?” Dia menjawab, “Satu biji emas.” Kemudian Rasulullah bersada kepadanya, “Adakah walimah (pesta pernikahan) walau dengan menyembelih seekor kambing.”

Dari kisah dua orang sahabat, satu Muhajirin dan satunya lagi Anshar di atas, kita bisa melihat bahwa kebaikan hati Sa’ad bin Rabi’ disambut dengan sikap menjaga diri dan kehormatan oleh Abdurrahman bin Auf. Bukan hanya Abdurrahman yang bersikap demikian, namun hampir semua kaum Muhajirin, mereka enggan manja terlarut dalam pelayanan kaum Anshar. Banyak di antara mereka yang tinggal sekadarnya di rumah saudaranya dari kaum Anshar. Mereka giat bekerja dan mencari penghidupan untuk kemudian mampu membeli rumah untuk mereka sendiri, di antara mereka seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, dan yang lainnya.

Rasa cinta terhadap sahabat-sahabatnya, mengalahkan rasa cinta terhadap harta bendanya juga ditunjukkan oleh sahabat Abu Thalhah. Dia pun akhirnya menyedekahkan harta yang paling dicintainya untuk kaum kerabatnya.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button