RUANG MUSLIMAH

‘Free Sex’ dan Feminisme

Feminisme merupakan gelombang besar yang terjadi di peradaban global yang mampu mengguncang nilai baku kehidupan. Feminisme pada intinya adalah sebuah konsep yang menentang patriarki dan menuntut kesetaraan gender.

Sejarah Ide Feminisme

Konon, Barat menganggap bahwa perempuan (Hawa) adalah sang perayu yang menyebabkan kesengsaraan dunia, yaitu peristiwa Adam dikeluarkan dari Surga. Peristiwa tersebut menurut Henderson dan McManus menjadi dasar terbentuknya feminis Barat. Hingga abad ke-17 dan 18 diklaim sebagai era kebangkitan perempuan untuk mendapatkan posisi setara dengan laki-laki. Kemudian, abad ke-19 dan 20 dianggap menjadi puncak kebangkitan.

Berdasarkan fenomena tersebut, munculah gelombang-gelombang yang memberikan jejak gerakan feminisme. Gelombang pertama (1840-1870) disebut era kebangkitan dengan seruan persamaan hak. Gelombang kedua (1870-1920) diproklamasikan sebagai masa emas yang poin utamanya adalah keikutsertaan perempuan dalam pemilu. Gelombang ketiga (1920-1960) dijuluki era intermisi sebab munculnya konsep the new woman. Gelombang keempat (1960-sekarang) dikenal dengan era modern dalam sebuah gerakan feminisme radikal.

Feminisme radikal sejalan dengan konsep feminisme gender, membuat statement bahwa pernikahan heteroseksual dan menjadi ibu adalah tindakan politik. Sehingga menurut Kautsar, kebebasan seksual, aborsi, dan semua bentuk penyimpangan seksual seperti lesbian, gay, serta transeksual adalah hal yang wajar.

Negara Islam yang pertama kali terpapar konsep feminisme ialah Mesir (1879-1947), dipelopori oleh Huda Sha’rawi dan Saiza Nabarawi. Mereka mendirikan The Egyptian Feminist Union (EFU) pada tahun 1923 setelah menghadiri sebuah acara gerakan feminisme dan memutuskan untuk membuka jilbab di stasiun kereta Kairo. Mereka menolak kewajiban berjilbab dan menganggap bahwa diamnya perempuan di rumah adalah bentuk diskriminasi.

Kader lainnya adalah Doria Syafiq yang menganggap keluarga menjadi halangan untuk memperoleh kebebasan sehingga ia memilih bercerai. Lebih tragis, perjalanan kehidupan Doria diakhiri dengan bunuh diri melompat dari balkon apartemennya.

Free Sex dan Feminisme

Realitanya, selain menuntut hak kesetaraan gender, feminisme juga mengarah terhadap tuntutan hak atas tubuh. Misalnya istilah virginity cenderung terikat pada perempuan yang belum menikah. Lantas, apakah hanya seorang perempuan yang harus menjaga kesucian sebelum menikah? Bagaimana dengan keperjakaan laki-laki?

Kecenderungan tersebut melahirkan konsep HAM dalam feminisme, termasuk dengan kebebasan memilih orientasi seksual. Tidak heran jika dalam konten bingkai feminisme LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender) adalah hal yang wajar.

Selain itu, prinsip kebebasan semakin hari akan semakin mengikis norma kehidupan. Masyarakat dipaksa mentolerir pilihan seseorang atau bahkan justru turut andil dalam menormalisasikan aktivitas yang melenceng, seperti premarital sex. Terbukti, mayoritas negara di dunia, termasuk Indonesia memberikan legalitas terkait operasi Night Club. Bukankah itu dianggap sebuah fasilitas untuk mendukung free sex?

Akibatnya, moral generasi semakin minus. Semakin miris, perilaku tersebut membawa dosa yang lain seperti aborsi yang per tahunnya berkisar antara 750 ribu hingga 1,5 juta. Kemudian, tercatat angka dispensasi nikah mencapai 52 ribu di tahun 2022. Selanjutnya, dampak kesehatan dengan meningkatnya kasus IMS (Infeksi Menular Seksual) per 2024 mencapai 35 ribu.

Aturan Islam

Dengan demikian, konsep liberal, termasuk feminisme yang berpegang pada prinsip kebebasan justru menyesatkan. Allah sebagai pencipta telah membuat seperangkat aturan untuk keberlangsungan kehidupan di dunia.

Sayangnya, insan akhir zaman banyak yang memilih aturan lain, yang tentu tidak lebih baik, terbukti dengan banyaknya fenomena kerusakan seperti ketidakadilan hukum, bencana alam, bejatnya perilaku manusia, dan lainnya.

Allah tegaskan dalam Q.S. Al Isra ayat 32, “Dan janganlah kamu mendekati zina, itu sungguh suatu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk.” Jelas, haramnya zina sama dengan haramnya memakan daging babi. Namun, mengapa manusia banyak yang ingkar terhadap hal itu?

Karena orientasi pemikiran mereka adalah materi dunia, seolah kelak tidak ada hari penghisaban. Ide Barat berhasil mendoktrin mayoritas umat untuk menormalisasikan perilaku menyimpang. Maukah kita dijajah terus menerus? Bangkitlah, mari berpikir cemerlang dan jangan tergiur! []

Dias Paramita, Mahasiswi Ilmu Gizi Universitas Brawijaya dan Aktivis Muslimah di Kota Malang.

Artikel Terkait

Back to top button