SYARIAH

Bahaya Disertasi Zina Abdul Azis

Melanggar Maqashid Asy-Syari’ah

Disertasi ini juga telah melanggar maqashid asy-syariah. Dalam konsep ini, hukum Islam bertujuan untuk mendatangkan mashlahah (kebaikan/manfaat) dan menolak mafsadah (keburukan/kerugian). Oleh karena itu, Islam menjaga adh-dharuuriyyat al-khams (lima pokok kehidupan manusia) yaitu menjaga agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Sebahagian ulama menambahkan poin keenam yaitu kehormatan. Inilah maqashid asy-syari’ah dalam semua hukum Islam. Untuk menjaga maqashid ini, Islam mensyariatkan hukuman tertentu bagi pelaku kriminal terhadap adh-dharuuriyyat al-khams ini. Hukuman ini disebut hudud.

Disertasi yang menghalalkan zina ini telah membuka jalan bagi seks bebas, nikah mut’ah, kumpul kebo, nikah friend, dan sejenisnya. Tujuannya untuk menyalurkan nafsu seksual semata, bukan untuk memperoleh keturunan dan bertanggungjawab (berkeluarga). Semua ini zina yang diharamkan dalam Islam, karena merusak nasab dan keturunan. Maka, ini melanggar maqashid asy-syari’ah. Tidak ada khilafiah para ulama dalam hal ini. Silakan rujuk kitab-kitab Maqashid asy-Syari’ah dan Fiqh yang ditulis oleh para ulama.

Mengingat zina sangat berbahaya bagi masyarakat dan umat, maka Islam tidak hanya mengharamkannya, namun juga menganggap zina sebagai suatu jarimah (kriminal) dan jinayat (pidana) yang patut diberi sanksi yang tegas. Pelakunya dapat dikriminalkan atau dipidanakan karena telah melakukan pelanggaran terhadap nasab/keturunan yang merupakan salah satu dari adh-dharuuriyyat al-khams yang dijaga dan dilindungi oleh Islam.

Oleh karena itu, Islam mensyariatkan hukuman zina yaitu rajam (dilempari dengan batu sampai mati) bagi orang muhshan (yang menikah) dan cambuk 100 kali bagi orang ghair muhshan (yang belum menikah). Tujuannya, untuk menjaga keturunan dan nasab, memberi pelajaran bagi pelakunya agar tidak mengulanginya, mencegah orang lain dari zina, menjaga kehidupan rumah tangga, mencegah penyakit berbahaya dan menular, menjaga masyarakat dari bahaya zina, dan sebagainya. Inilah maqashid asy-syari’ah dalam hukuman zina tersebut.

Metodologi Bermasalah dan Tidak Ilmiah

Secara metodologi, disertasi ini juga bermasalah. Disertasi ini menggunakan pendekatan Hermeneutika. Metodologi ini dipakai untuk menafsirkan Bible yang merupakan produk manusia yang disesuaikan dengan konteks tempat dan zaman. Metodologi ini sangat berbahaya jika digunakan untuk menafsirkan Alquran, karena bisa mengubah ajaran Islam yang qath’i dan tsabit (permanen) yang tidak memerlukan ijtihad atau penafsiran baru.

Dalam kajian Hermeneutika, Alquran tidak boleh dipahami secara tekstual, namun harus secara kontekstual. Maknanya, Alquran harus disesuaikan dengan konteks zaman dan tempat saat ini. Akibatnya, kebenaran Alquran menjadi relatif. Selain itu, ajaran Islam yang qath’i harus diubah dan ditafsir dengan makna lain, karena dianggap tidak sesuai dengan konteks zaman ini. Ini sama saja menuduh Alquran tidak cocok untuk diterapkan untuk setiap zaman dan tempat. Akibatnya, Alquran tidak bisa dijadikan sebagai sumber hukum atau petunjuk untuk setiap zaman dan tempat. Inilah bahaya Hermeneutika dalam memahami dan menafsirkan Alquran.

Selain pendekatan Hermeneutika yang bermasalah, disertasi ini juga tidak ilmiah. Abdul aziz tidak merujuk kepada maraji’ (referensi) ilmiah dari para ulama. Padahal, ulama merupakan pewaris nabi dalam keilmuan dan pemahaman agama seperti disebutkan dalam hadits. Oleh karena itu, ulama merupakan pemegang otoritas dalam pemahaman agama. Maka, kita diperintahkan untuk mengikuti ulama sebagaimana perintah Alquran (lihat QS. An-Nisa’: 59) dan hadits-hadits shahih. Namun, abdul aziz tidak merujuk kepada ulama. Akibatnya timbul kerancuan dalam berpikir yang menyimpang dari koridor Islam. Dikira ilmiah, padahal disertasinya ini “sampah” yang patut dibuang pada tempatnya dan “virus” yang berbahaya bagi agama dan umat yang patut dibasmi. Dengan kata lain, ini paham sesat berkedok ilmiah.

Sebenarnya, dari sisi kepatutan sumber referensi dikaitkan dengan Syahrur yang tidak memiliki otoritas ilmiah, maka jangankan untuk disertasi, untuk skripsi saja harusnya sudah gugur, mengingat seharusnya UIN merupakan lembaga akademik. Jika yang dasar saja runtuh, maka runtuhlah semua produk akademik dari UIN, minimal UIN Sunan Kalijaga di periode ini. Jadi, tidak membahas wilayah pendapat pun, konsekuensinya seluruh produk pemikirannya pun batal. Tidak dapat diterima.

Laman sebelumnya 1 2 3 4 5Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button