MAHASISWA

Haji dan Pengorbanan Hakiki

Sahabat, tak terasa bukan? Kita sudah menapaki bulan Zulhijah nan mulia. Bulan yang identik dengan kemuliaan, ketaatan, perjuangan, dan pengorbanan pada Pencipta. Di bulan ini, terdapat beragam amal ibadah yang istimewa. Seperti puasa sunnah, ibadah haji, dan perayaan Idul Adha.

Secara bahasa, haji berarti mengunjungi atau menyengaja. Secara istilah, haji berarti pergi ke Baitullah pada waktu tertentu untuk melaksanakan ibadah tertentu pula.

Selain itu, ibadah haji termasuk bagian rukun Islam yang kelima. Allah isyaratkan bagi umat muslim yang mampu saja. Tapi, tahukah sahabat tercinta? Tak jarang dari masyarakat yang ekonomi pas-pasan dan sederhana. Berjuang keras untuk melaksanakan haji yang istimewa.

Masyaallah. Movitasi dan usaha mereka dalam mengunjugi rumah Allah patut diteladani secara berjemaah. Sebab, tak semua orang bisa berbuat demikian. Perlu sejuta pengorbanan dan perjuangan.

Seperti yang dilakukan oleh Iwan Saefulrahman. Seorang penjual nasi goreng di pinggir jalan. Berjualan sejak tahun 2000-an. Iwan mengaku selama 19 tahun menyisihkan hasil jualan. Demi berangkat hati yang dilaksanakan sekali dalam 12 bulan.

Bikin iri, kan? Seorang penjual nasi goreng yang berpenghasilan tak seberapa. Tetapi, motivasi dan keinginan untuk haji begitu luar biasa. Bisa jadi mengalahkan kita yang punya biaya dan kaya raya. Namun, tak ingin melaksanakan rukun Islam yang kelima.

Tak hanya Iwan, umat muslim di luar sana juga memiliki kisah yang inspiratif. Dalam meraih asa dan cita untuk berhaji. Sarat motivasi dan pelajaran yang produktif.

Sayangnya, tahun ini terasa agak berbeda. Keinginan untuk berhaji harus ditunda sementara. Bukan karena tak cinta atau tak suka. Tapi, keadaan tak berpihak pada kita. Sebab, corona masih meraja di semesta. Membuat banyak negara menunda ibadah haji tercinta.
Pesan Haji Terakhir

Mari kita renungkan pesan Rasulullah pada saat Haji Wada’. Beliau menyampaikan pesan antara lain:

Wahai manusia, sungguh darah dan harta kalian adalah suci bagi kalian, seperti sucinya hari ini, juga bulan ini, sampai datang masanya kalian menghadap Tuhan Saat itu kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas segala perbuatan kali.

Ingatlah baik-baik, janganlah kalian sekali-kali kembali pada kekafiran atau kesesatan sepeninggalku sehingga menjadikan kalian saling berkelahi satu sama lain.

Ingatlah baik-baik, hendaklah orang yang hadir pada saat ini menyampaikan nasihat ini kepada yang tidak tidak hadir. Boleh jadi sebagian dari mereka yang mendengar dari mulut orang kedua lebih dapat memahami daripada orang yang mendengarnya secara langsung.

Beberapa hikmah yang biasa diambil :

Pertama, Islam menjaga setiap nyawa dan menjamin kehidupan manusia. Tak boleh membunuh manusia tanpa ada alasan syara. Hal ini membantah pendapat kaum sana. Yang suka mengatakan Islam agama keras dan membunuh manusia. Pendapat keliru dan tak sesuai logika.

Kedua, konsisten dalam ketaatan dan keimanan. Walaupun banyak tantangan dan hambatan. Bukan alasan untuk mengadaikan kepercayaan dan keluar dari jalan perjuangan. Sebab, Allah dan Rasulullah melarang hal demikian.

Ketiga, dakwah merupakan kewajiban bagi umat Islam. Mengajak pada kebaikan dan mencegah pada keburukan. Tanpa nanti dan tanpa nanti hingga diri ini nanti. Sebab, dakwah risalah Ilahi yang dicontohkan oleh nabi.

Ibadah Haji dan Pengorbanan Hakiki

Allah berfirman: “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS: Ash-Shaffat :102)

Sosok yang tak bisa dipisahkan dari momen ibadah haji dan kurban. Dialah Nabi Ibrahim dengan kisah yang penuh pengorbanan. Dalam Al-Quran, Allah SWT mengisahkan bagaimana Nabi Ibrahim As, dengan sepenuh keimanan menjalan perintah Tuhan. Menyembelih putra tercinta Nabi Ismail As. Demikianlah, kedua hamba Allah yang shalih itu tersungkur dalam kepasrahan. Berpadu dengan ketaatan dan kesabaran.

Pertama, peristiwa kurban sesungguhnya merupakan bentuk simbolis. Artinya ketika berkurban, tujuannya tidak lain adalah untuk memperbaiki niat awal kita, bukan karena ingin dapat pujian atau mendapatkan pengakuan dari masyarakat. Melainkan adalah untuk melatih diri kita, berusaha membunuh sifat-sifat rakus, buas, ambisi, dan sifat-sifat yang tidak mengenal hukum.

Allah berfirman: “Tidak akan sampai kepada Allah daging dan darah hewan tersebut, tetapi yang akan sampai kepada Allah adalah nilai ketakwaanmu kepada-Nya”. (QS. Al-Hajj : 37).

Kedua, melalui kisah Nabi Ibrahim dan putranya Nabi Ismail, kita memang harus belajar untuk berlatih ikhlas dan rela dalam mengorbankan apa pun yang kita miliki, bahkan sesuatu yang paling kita cintai sekalipun demi menunaikan perintah Allah.

Ketiga, Makna berkurban adalah melatih kita tabah, sabar, dan ikhlas dalam menanggung segala beban berat dalam hidup kita sekarang. Sebab kita sadar dan yakin, bahwa di balik segala keglamoran panggung duniawi ini kita akan memperoleh hasil dari segala perjuangan, jerih payah, dan pengorbanan kita.

Nabi Ibrahim As membuktikan cinta pada Allah melebihi segalanya. Dari keluarga dan beragam harta dunia. Sebab, cinta pada Pencipta. Tak sekadar kata. Namun, harus ada tindakan nyata. Itulah cinta yang sesungguhnya. Memerlukan bukti secara fakta.

Karena itu pada momentum haji. Kisah Nabi Ibrahim As dan keluarga memberikan banyak inspirasi. Bahwa cinta pada Allah menuntut bukti. Tak hanya dalam bait puisi. Namun, tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Menjadi Allah di atas segala posisi. Bahkan, sanggup mengorbankan nyawa demi agama suci.

Eesensi ibadah haji ialah pengorbanan hakiki. Kita diajari tentang cinta sejati. Dengan menyerahkan diri secara keseluruhan pada aturan Ilahi.

Mari saling berpegangan tangan dalam memperjuangkan kehidupan Islam yang kedua. Dengannya, kehidupan aman dan terjaga. Dengannya, pengorbanan tak akan sia-sia. Namun, semua hanya angan saja. Tanpa ada negara Islam yang menaunginya. Aamiin.

Messy Ikhsan
(Aktivis Dakwah Kampus dan Founder Diksi Hati)

Artikel Terkait

Back to top button