NUIM HIDAYAT

Kisah Ali Sang Teladan

Seorang muslim yang baik dan terbebaskan dari perangkap dunia, akan mendapat dua kebaikan saat menyeru kepada Allah.Yaitu kebaikan di sisi Allah dan kebaikan akhirat. Karena akhirat jauh lebih baik dan lebih abadi daripada dunia. Ketauhilah ada dua macam ladang, yaitu ladang dunia berupa harta dan ketakwaan serta ladang akhirat yang baik dan abadi. Kadang-kadang Allah menghimpunkan keduanya, dunia dan akhirat, pada sebagian hambaNya.”

Dr. Musthafa Murad dalam bukunya “Kisah Hidup Ali bin Abi Thalib” menjelaskan, ”Semua keutamaan terkumpul pada diri Ali bin Abu Thalib, semua kebaikan melekat kepadanya. Ia telah mencapai puncak keutamaan, ilmu, amal, ikhlash, wara’, jihad, dakwah, kebaikan, keindahan akhlak, ibadah dan kesempurnaan perilaku.

Dengan tuturan memikat, penulis “Nahjul Balaghah” menggambarkan keutamaan Ali bin Abu Thalib, seorang hamba yang dikasihi Tuhan. Kitab itu menjelaskan secara detil bahwa Ali bin Abu Thalib adalah orang yang lembut dan penuh kasih sayang pada sesama, namun kuat dari sisi agama, iman dan keyakinan. Ia selalu haus ilmu. Sikapnya adil dan bijaksana. Kehidupannya teramat sederhana dan bahkan kekurangan. Ia khusyuk dalam beribadah, tetap bahagia dalam kesulitan, bersabar saat ditimpa masalah dan selalu mencari yang halal. Ia rajin mencari hidayah, menjauhi ketamakan dan bersegera melakukan amal shaleh. Setiap saat ia bersyukur dan bibirnya senantiasa dibasahi kalimat dzikir. Ia jalani kehidupan secara hati-hati, waspada dan tidak pernah lalai. Saat mendapat kebaikan dan rahmat, ia bahagia dan bersyukur.

‘Tak sekejap pun’ ia biarkan nafsunya menikmati apa yang disukainya. Sikap zuhud dari dunia selalu ia pelihara dan kehidupannya dihiasi ilmu yang diamalkan. Sepanjang hayatnya, tak pernah ia berpanjang angan, enggan melakukan sesuatu yang sia-sia dan tidak suka memerintah orang. Hatinya tertunduk khusyuk dan jiwanya merasa puas. Syahwatnya dikendalikan dan amarahnya dikendurkan. Dunia tidak pernah menjadi hasrat dan cita-citanya. Hanya kebaikan yang selalu ia angankan, sehingga ia terjaga dari segala keburukan. Ketika merasa kelalaian menghampiri, ia segera sadar dan ingat. Ia maafkan orang yang menzaliminya, memberi kepada orang yang menghindarinya dan menyambungkan silaturahmi dengan orang yang memutuskannya.”

Dr Musthafa melanjutkan:
“Ilmu berbisik kepada amal
Dan amal mesti menjawabnya
Jika tidak, ilmu menjadi sia-sia

Penggalan syair itu diungkapkan oleh Sang Gerbang Kota Ilmu, Ali bin Abi Thalib. Umat bersepakat bahwa Ali menyimpan khazanah pengetahuan yang sangat luas. Kedekatan dan pergaulannya bersama Nabi saw serta kecintaannya yang sangat besar kepada ilmu telah memberinya pengetahuan yang kaya dan berharga.

Inilah keutamaannya yang paling cemerlang, nyaris tanpa tanding. Semua orang mengenalnya sebagai sahabat yang berpengetahuan luas. Ia memiliki beragam pintu ilmu. Ali juga punya semangat dan gairah yang tinggi untuk menuntut ilmu. Ia berkata, ”Sepanjang hidupku bersama Rasulullah Saw tidak sekalipun mataku terpejam dan kepalaku terbaring tidur, kecuali aku mengetahui pada hari itu apa yang diturunkan oleh Jibril as tentang yang halal dan yang haram atau tentang yang sunnat atau Kitab, atau perintah dan larangan. Dan tentang apakah ayat itu turun.”

Ali mencapai keistimewaan dalam bidang ilmu karena dua sebab. Pertama, karena anugerah yang diberikan Allah kepadanya berupa akal yang cerdas dan lisan yang fasih. Ia pernah berkata,”Allah menganugerahiku akal yang cerdas dan lisan yang fasih.” Kedua, Nabi selalu mendorongnya untuk mencari ilmu. Ali berkata,”Jika aku bertanya, aku pasti mendapatkan jawaban dan jika aku diam, beliau akan mengajariku.”

Kendati demikian tetap saja ada sebagian orang yang menolak keutamaan Ali bin Abu Thalib dalam bidang ilmu dan pemahaman syariat, termasuk diantara mereka adalah kalangan Qadariyah dan Khawarij.

Umat, bahkan Nabi Saw mengakui keluasan ilmu dan kecerdasan Ali bin Abu Thalib. Alangkah baik jika kita dengarkan nasihatnya tentang etika orang yang berilmu. Ali ra berkata,” Pelajarilah ilmu, niscaya kau dikenal dengannya. Amalkan ilmumu, pasti kau menjadi ahli amal. Kelak akan datang suatu zaman, yang pada saat itu sembilan dari sepuluh orangnya mengingkari kebenaran. Hanya orang yang bertobat dan tunduklah yang akan selamat dari zaman itu. Merekalah para pemimpin yang mendapat petunjuk. Merekalah pelita ilmu. Setiap langkah tindak mereka tak pernah tergesa atau sia-sia. Mereka juga tak banyak bicara dan menyia-nyiakan waktu.”

Laman sebelumnya 1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button