SUARA PEMBACA

Nasib Pilu Vote-getter dalam Demokrasi, Suaranya Tak Lagi Didengar

Inilah ironi hidup dalam sistem demokrasi. Alih-alih memprioritaskan kesejahteraan rakyat, pemerintah justru menggunakan kekuatan aparat untuk menindak rakyat yang tidak setuju.

Seharusnya, pemimpin menjadi perwakilan atas rakyat dalam bertindak dengan memprioritaskan kepentingan rakyat. Seperti itulah kiranya Islam, menjadikan kekuasaan adalah amanah. Di antaranya menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya melalui kebijakan yang dia ambil. Peran dan tanggung jawab waliyul amri dalam masalah ini sangat besar. Kelak di akhirat ia akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT atas amanah kepemimpinannya. Nabi Saw bersabda:

“Pemimpin (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.” (HR al-Bukhari).

Maka jelas bahwa Islam memposisikan pemimpin adalah pelayan bagi rakyat. Selain itu masyarakat pun dibina dan memahami posisinya untuk saling mengawasi. Otomatis rakyat akan memberikan kontrol publik agar tidak terjadi penyimpangan. Muhasabah lil hukam adalah hak sekaligus kewajiban rakyat dalam masyarakat Islam. Sangat jauh berbeda bukan dalam oligarki?

Bahkan yang mengaku bahwa dirinya sebagai penganut demokrasi sekalipun, ketika dihadapkan pada masalah keuntungan yang besar, justru akan alergi dengan kritik masyarakat. Suara rakyat pun seolah menjadi sumbang seolah tak layak di dengar.

Jadi, masihkah kita berharap pada sistem bobrok demokrasi? Tak inginkah kita merasakan kemuliaan sistem Islam yang gemilang?

Iim, Guru DTA dan Aktivis Muslimah Peduli Generasi, Ciamis, Jawa Barat.

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button