Pledoi Ustazah Kingkin Anida
Waktu SD saya adalah murid teladan dan di SMA saya mengalami banyak tekanan karena menggunakan jilbab. Waktu itu di tahun 1980an awal, jilbab masih dilarang dan belum umum dipakai wanita muslimah. Buat saya, menjadi orang yang jujur dan benar bukan hancur. Jujur itu justru mujur. Alhamdulillah saya bisa mendapatkan PMDK (yaitu masuk PTN IKIP Jakarta tanpa seleksi regular) sebagai berkah kejujuran terhadap prinsip kehidupan.
Majelis Hakim yang Mulia, saya adalah seorang ibu rumah tangga sekaligus guru ngaji. Saya mendirikan Majelis Taklim di komplek perumahan saya pada tahun 2005 dan sekarang menjadi pembinanya. Saya juga sering mengisi majelis taklim ibu-ibu di sekitar lingkungan saya. Selama masa pandemi, taklimnya diubah dalam bentuk zoom online. Materi yang saya sampaikan tidak pernah membicarakan politik. Saya menyampaikan materi yang terkait dengan pengembangan kepribadian muslimah dan tentang keluarga yang harmonis, sakinah mawaddah wa rahmah.
Ketika saya di penjara saat ini, alhamdulillah saya terus mengajar ngaji kepada sesama tahanan wanita. Mengajak mereka untuk selalu bersabar dan bersyukur, serta tidak berputus asa terhadap apa yang terjadi. Alhamdulillah sekarang sudah menghasilkan tiga orang imam shalat. Memimpin shalat secara bergantian di awal waktu shalat.
Waktu bagi saya demikian berharga, sebagai mana saya menghargai nilai kejujuran yang menjadi prinsip hidup saya, walau telah banyak menghadirkan resiko yang pahit dan manis. Saya sangat berhati-hati dalam berkata agar tidak berbohong. Dalam hidup, apabila ada yang mendustai saya, maka sakit hati saya tidak terkira. Hal-hal yang terkait kebohongan atau hoax tidak saya sukai. Termasuk berita-berita bohong yang tersebar di dunia maya, sehingga manakala saya mendapat info bahwa sebuah berita adalah hoax pasti akan saya abaikan.
Saya tidak mau terlibat dengan berita bohong dan juga orang-orang yang dikenal sebagai “pembohong”. Saya takut ketularan berdusta. Saya takut menjadi orang yang mempunyai salah satu karakter orang munafik, yaitu gemar berbohong. Tidak apa-apa saya dibenci karena tidak mau berdusta. Tidak apa-apa saya dijauhi teman karena tidak mau dusta. Asalkan Allah mencintai saya karena kejujuran saya.
Lalu mengapa saya dipenjara?
Menurut orang yang melaporkan saya, saya telah meng-copy paste sebuah tulisan hoax di laman Facebook saya pada tanggal 5 Oktober 2020. Saat polisi penyidik menangkap saya, saya katakan postingan itu sudah dihapus sejak tanggal 9 Oktober 2020.
Niat saya meng-copy paste 13 poin terkait Undang-Undang Omnibuslaw Cipta Kerja bukan untuk menyebarkan berita hoax, tapi semata-mata untuk memberi masukan kepada yang membaca postingan tersebut, syukur-syukur bisa dibaca oleh pihak yang berkepentingan di pemerintahan dan DPR, agar poin-poin yang dapat merugikan buruh bisa ditinjau kembali.
Hal tersebut karena pengalaman saya sebagi guru ngaji yang sering bertemu dengan ibu-ibu rumah tangga yang suaminya buruh dan mengeluh bahwa semakin hari semakin sulit hidupnya, sehingga saya merasa prihatin dan empati terhadap nasib mereka.
Dengan adanya undang-undang omnibuslaw saya kuatir nasib mereka semakin memprihatinkan. Hanya itu niat saya memposting, tidak ada keinginan sedikitpun untuk menyebarkan berita bohong, apalagi untuk membuat keonaran. Nilai hoax dari tulisan copas tersebut juga bisa diperdebatkan. Sebab menurut saksi dari buruh yang dihadirkan di persidangan tulisan tersebut bukan hoax.
Seumur hidup saya, saya belum pernah mengalami atau terlibat dalam suatu proses hukum. Peristiwa penangkapan saya pada tanggal 10 Oktober 2020 adalah kejadian pertama kalinya bagi saya yang mengakibatkan saya harus berhadapan dan melalui proses hukum yang sangat menguras tenaga dan pikiran saya, akibat dari kejadian yang benar-benar tidak saya inginkan ini.
Dari lubuk hati saya yang paling dalam, saya sangat menyesalkan terjadinya penangkapan terhadap diri saya sehingga saya harus mengikuti proses pemeriksaan di Kepolisian, Kejaksaan, hingga dihadapkan di persidangan yang terhormat ini. Tidak pernah sekalipun saya berfikir atau menduga akan mengalami kejadian seperti ini.
Kejadian ini adalah suatu cobaan yang sangat berat bagi saya selaku pribadi, namun Insya Allah hal ini dapat menjadi suatu pelajaran yang berharga bagi saya, karena saya meyakini setiap pengalaman adalah guru yang sangat berharga bagi kehidupan saya ke depannya.