OPINI

“Political Pretending” Partai Oligarki

Tiba-tiba Golkar, PAN dan PKB bikin gaduh politik di tanah air, menyentak mereka mendeklarasikan persetujuan penundaan Pemilu 2024. Entah tujuan mereka apa, padahal ketiga partai ini adalah ketiga gerbong anggota koalisi partai oligarki yang mendukung rezim.

Ironisnya pula, kegaduhan ketiga gerbong ini dikumandangkan di tengah-tengah situasi ketika adanya pernyataan komitmen politik Megawati Ketua Umum PDIP yang justru selaku lokomotif gerbong, sebaliknya menyatakan sebuah keputusan yang justru membuat suhu politik menjadi sedikit sejuk sumringah dengan menolak adanya perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode. Disusul demikian pun oleh partai Gerindra, Prabowo Subianto menolak perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode.

Pertanyaan menariknya, adalah apakah adanya perbedaan pernyataan di antara partai-partai oligarki itu akan menandai sudah dimulai adanya eskalasi perubahan orientasi politik di antara koalisi anggota partai oligarki tersebut menjelang Pemilu 2024?

Pertanyaan demikian dianggap wajar saja dan jawabannya itu dipandang sangat positif jika partai-partai itu masing-masing mulai bersungguh-sungguh dan secara jujur melancarkan eskalasi perubahan orientasi politiknya menjelang Pemilu 2024. Dengan suatu platform baru partai dengan ide, visi dan misi masing-masing secara tersendiri, bukan lagi di bawah naungan platform partai oligarki yang terbiasa seragam dan sangat mengkungkung.

Ini akan menjadi preseden yang sangat baik sebagai salah satu upaya pemulihan demokrasi untuk mengurai dari keterkatupan dan pengerucutan akibat adanya kegamangan kondisi perpolitikan kenegaraan kita disebabkan adanya disorientasi politik yang selama jelang satu dekade kepemimpinan rezim berkuasa Jokowi yang digadangnya justru tengah disinyalir mengarah ke otoritarianisme.

Tapi di sisi lain pandangan yang seharusnya kerap dan tetap kita jaga dengan mewaspadai dan mencurigainya, adalah perbedaan pernyataan di antara partai oligarki itu boleh jadi dibilang ternyata hanya sebagai kepura-puraan politik (political pretending).

Ini yang paling berbahaya, karena tak lepas dari ingatan kita mereka masih memiliki satu perekat amat kuat yang tak mungkin dilepaskan dari ikatan mereka untuk melanggengkan kekuasaan oligarki itu, yaitu adanya President Threshold 20%.

Sehingga, keniscayaannya pernyataan mereka itu terkesan menjadi sekadar hanya sebagai “bumbu penyedap rasa” politik yang tengah diracik-racik, digoreng-goreng dan kemudian dimasak untuk hidangan baru menjelang Pemilu 2024 nanti.

Sesungguhnya pun mereka semuanya sudah menyadari dari awal bahwa melakukan penundaan Pemilu 2024 maupun perpanjangan tiga periode jabatan Presiden itu berisiko sangat besar diperlukan upaya sangat berat harus mengamandemen UUD 1945.

Tanpa itu, mereka dianggap membangkang dan tidak taat konstitusional. Dampaknya ini akan mengundang balasan pembangkangan pula dari rakyat berupa gerakan “people power” yang sudah tentu otomatis akan dikomandoi oleh kelompok oposisi yang telah sekian lama sudah tak tertahankan untuk melawan rezim berkuasa ini.

1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button