NASIONAL

UU Ciptaker Buat Substansi Halal Jadi Ambyar

Lukman mengatakan, Komisi Fatwa MUI tentunya akan mengusahakan mengerjakan tugas tersebut kurang dari tiga hari, ketika itu hal-hal yang sifatnya umum. Akan tetapi, menurutnya, ada hal-hal seperti kasus baru, di mana Komisi Fatwa perlu melakukan kajian dengan memanggil para ahli.

Ia mencontohkan proses sertifikasi halal atas vaksin meningitis. Saat itu, Komisi Fatwa dipimpin KH. Ma’ruf Amin melakukan rapat hingga sembilan kali untuk menggali dalil terkait kehalalan vaksin tersebut.

Selanjutnya, Lukman mengkritisi bunyi Pasal 42 ayat (3), “Apabila dalam pengajuan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pelaku Usaha mencantumkan pernyataan memenuhi proses produksi halal dan tidak mengubah komposisi, BPJPH dapat langsung menerbitkan perpanjangan sertifikasi halal.”

Lukman menilai, bunyi terkait BPJPH yang bisa langsung menerbitkan sertifikat halal sendiri jelas menghilangkan esensi halalnya. Pasalnya, halal merupakan sebuah hukum, dan tetap harus melalui proses penetapan hukum atau isbat hukum yang ditetapkan Komisi Fatwa atau ulama. Kalaupun Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dibuka melalui ormas Islam dan perguruan tinggi, menurutnya, LPH tersebut haruslah yang memiliki akreditasi atau memiliki standar.

“Sekarang tanpa isbat langsung diterbitkan, itu yang disebut tahakum (membuat-buat hukum), sehingga esensi halalnya menjadi hilang. Bagaimana kita tahu perusahaan tidak melakukan perubahan pada komposisi produknya. Kemudian bagaimana hukumnya? harus ada ketetapan hukum,” lanjutnya.

Selanjutnya, Lukman juga menyoroti soal UU Cipta Kerja yang menghapus syarat auditor halal. Ketentuan terkait auditor halal telah diatur dalam UU Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH). Dalam UU JPH tersebut, terdapat syarat yang mengharuskan auditor halal itu yang disertifikasi ulama atau MUI. Namun, dalam UU Cipta Kerja ini kata ‘disertifikasi’ dihapus. Yang penting, Auditor Halal disebutkan memahami wawasan Islam.

Ketua MUI Bidang Perekonomian ini menuturkan, Auditor Halal pada dasarnya merupakan saksi daripada ulama dalam menetapkan halal. Sebab, ulama membutuhkan saksi berkaitan dengan ilmu dan teknologi yang memang tidak dikuasainya. Karena itulah, ulama dalam hal ini MUI harus mengangkat seorang saksi yang bisa melihat dan mengkaji dengan ilmu dan keahliannya. Saksi tersebut harus ditetapkan ulama dengan cara disertifikasi MUI.

“Auditor Halal itu adalah saksi daripada ulama, karenanya harus diangkat dan ditetapkan oleh ulama. Cara menetapkan dan mengukur pemahaman wawasannya pada Islam ialah dengan sertifikasi itu,” katanya.

Gedung Global Halal Centre, Bogor.

Lukman juga menyayangkan soal ketentuan deklarasi halal mandiri (self declare) bagi pelaku Usaha Menengah dan Kecil (UMK) yang memiliki risiko rendah. Ia menilai dengan demikian telah keluar dari substansi halal sebagai hukum Islam dan halal hanya menjadi materi administratif.

Menurutnya, ketentuan self declare bagi UMK ini sangat jauh berbeda dengan apa yang MUI perjuangkan selama ini, bahwa halal merupakan sebuah hukum yang diambil dari hukum Islam. Kini, kata dia, halal menjadi hanya bentuk administrasi perizinan atau perdagangan saja.

Laman sebelumnya 1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button