NASIONAL

UU Ciptaker Buat Substansi Halal Jadi Ambyar

Selain itu, ia menyebut ‘self declare’ terkait halal itu diskriminatif. Sebab,hanya UMK yang diperbolehkan melakukannya, sementara pengusaha besar tidak.

“Saya mengkaji, bagaimana pemahaman UMK bahwa produknya halal atau tidak halal dan bagaimana cara dia memahami soal standar halal tersebut,” jelasnya.

UU Cipta Kerja juga mengatur terkait Proses Produk Halal (PPH). Sebelumnya, pelaku usaha wajib memisahkan lokasi, tempat, dan alat yang digunakan untuk PPH sesuai UU JPH. Jika tidak melaksanakan aturan itu, pengusaha terancam sanksi administratif berupa peringatan tertulis atau denda. Namun, dengan UU Cipta Kerja, sanksi itu diubah menjadi hanya sanksi administratif tanpa dijelaskan lebih detail.

Melihat ini, Lukman mengatakan bahwa pemisahan proses produksi halal dan tidak halal itu penting, untuk menghindari kemungkinan terjadinya pencemaran atau bercampurnya halal dan non-halal. Sebab jika bercampur antara yang halal dan non-halal, maka produk tersebut menjadi tidak halal.

“Sekarang tidak disanksi apa-apa ya kalau hanya sanksi administratif, agak susah akan diikuti. Menurut saya UU JPH dalam konteks ini malah lebih baik dari UU Cipta Kerja terkait substansi halalnya,” katanya.

Lukman menegaskan ia tidak mempermasalahkan soal peran MUI dalam UU Cipta Kerja ini. Karena menurutnya, UU JPH sebenarnya telah mengatur pembagian peran, sementara substansinya tetap dikawal.

Alih-alih memberikan kemudahan proses sertifikasi halal dan mempermudah investasi, Lukman menilai UU Cipta Kerja ini justru mengorbankan esensi halalnya itu sendiri. Jika demikian, ia menyebut sertifikasi halal sifatnya menjadi tidak mandatory atau wajib, melainkan voluntary (bagi yang membutuhkan saja).

Ketua Umum DPP Al Ittihadiyah ini menambahkan, pihaknya sebenarnya sudah banyak memberikan masukan kepada DPR terkait pasal-pasal dalam UU Cipta Kerja tersebut. Akan tetapi, faktanya tidak berubah.

Logo Halal MUI.

“Kita sangat prihatin dalam masalah substansinya. Ini kan akibat dari mandatory sertifikasi halal yang kemudian diterjemahkan jadi perizinan dan perdagangan halal, dan kemudian diterjemahkan seolah menjadi sulit perizinan itu, maka dibuatlah mempermudah. Tetapi ketika mempermudah itu esensinya halalnya malah menjadi hilang. Sebab dalam kaidahnya, daripada tahakum itu malah menjadi dosa. Ini terkesan mandatory mempersulit perizinan,” tambahnya.

red: farah abdillah

Laman sebelumnya 1 2 3

Artikel Terkait

Back to top button