NUIM HIDAYAT

Hizbut Tahrir, Ikhwanul Muslimin dan Insists (1)

Alhamdulillah dalam kehidupan, saya mengenal Hizbut Tahrir. Gerakan Islam hebat di dunia Islam. Saya mengenal HT sejak saya tingkat satu IPB. Masa-masa di HT itu bagi saya merupakan ‘masa terindah’ dalam perjalanan kehidupan saya.

Pertama kali ikut ‘pengajian HT’, saya langsung ikut mendengarkan kajian yang disampaikan Ustadz Abdurrahman Al Baghdadi. Saat itu ustadz mengajarkan tentang pentingnya khilafah Islamiyah di dunia.

Ketika pengajian mau berakhir, saya sebenarnya mau nanya. Tapi karena karena saya baru pertama kali ikut (1987) dan yang paling yunior, saya urungkan niat untuk bertanya. Waktu itu saya mau tanya bagaimana dengan ayat Al-Qur’an yang menyatakan bahwa Allah menciptakan manusia bersuku-suku atau berbangsa-bangsa.

Sejak saat itu saya terus mengikuti kajian Ustadz Abdurrahman. Meskipun ada senior yang ‘kasak kusuk’ saya terlalu yunior untuk ikut kajian itu, saya cuek saja.

Dengan Ustadz Abdurrahman saya memang cukup dekat. Selain ikut ngaji kepadanya, saya juga selalu mendatangi rumahnya untuk berbincang dan bertanya banyak hal. Dan saya lihat ustadz sangat senang menjawab pertanyaan-pertanyaan saya. Saking dekatnya, pernah ada tamu aktivis dari Yogya, saya ajak langsung bertemu dengan ustadz.

Ilmu ustadz yang tinggi, menjadikan saya bersemangat untuk bertanya banyak hal kepadanya. Suatu ketika saya bertanya pada ustadz tentang bagaimana khilafah Islam terwujud. Apakah seperti revolusi massa di Filipina, Iran atau bagaimana. Ingat saya, Ustadz Abdurrahman juga kesulitan menjawab hal itu.

Ustadz, selain ilmunya yang tinggi, orangnya ramah dan dermawan. Ia suka membagi majalah al Wa’ie (majalah HT berbahasa Arab) kepada murid-muridnya. Ia juga tak segan-segan membukakan kitab kalau ditanya tentang segala sesuatu.

Kitab Ustadz Abdurrahman sangat banyak. Mungkin ribuan. Hebatnya ustadz tidak hanya mengoleksi kitab dalam bahasa Arab, tapi juga buku-buku bahasa Indonesia. Selain bahasa Arab dan Indonesia, Ustadz juga menguasai bahasa Inggris. Ketika ustadz suatu ketika membuka kopiahnya, saya lihat wajahnya mirip dengan Hasan al Bana (pendiri Ikhwanul Muslimin).

Ustadz memang pembawa ide-ide Hizbut Tahrir ke Indonesia. Jiwa ustadz memang jiwa dakwah. Ia ingin meniru Rasulullah dalam hidup yang terpenting adalah dakwah. Bahkan ustadz pernah menyampaikan bahwa ia juga ingin ‘mati syahid’.

Yang membawa Ustadz Abdurrahman ke Indonesia adalah KH Abdullah bin Nuh. Kiai hebat ini dalam salah satu kunjungannya ke Australia ia ‘mampir’ ke rumah keluarga Ustadz Abdurrahman. Karena ia melihat ustadz –waktu itu masih muda dan ‘belum menikah’- alim dan cerdas, ia ingin membawanya ke Indonesia untuk membantunya dalam dakwah.

Dibawalah Ustadz Abdurrahman ke Indonesia. Di sana Ustadz membantu Kiai Abdullah bin Nuh mengajar di majelis taklimnya, Al Ghazali. Mengajarlah ustadz di sana. Saya tidak tahu persis berapa kali seminggu. Mungkin seminggu sekali, sebagaimana pernah saya ikuti pengajian itu setelah Kiai Abdullah bin Nuh wafat.

1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

BACA JUGA
Close
Back to top button