RESONANSI

Beradab dan Berkarya di Usia Belia

Pada Ahad (20/2/2022), Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) Mohammad Natsir menyelenggarakan acara peluncuran dua buku mahasiswanya, yaitu Azzam Habibullah (20 tahun) dan Fatih Madini (19 tahun). Azzam meluncurkan buku kelimanya, berjudul: “Kritik terhadap Konsep Netralitas Ilmu”, dan Fatih Madini meluncurkan buku ketiganya, berjudul: “Solusi Kekacauan Ilmu”.

Berikut ini profil singkat Azzam dan Fatih Madini. Azzam Habibullah (20 tahun) adalah putra pasangan pendidik di Sumatra Utara. Ibunya seorang dosen sebuah kampus negeri di Medan dan konsultan pendidikan. Ayahnya seorang Insinyur Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara, yang juga aktif dalam dunia pendidikan. Azzam pernah terpilih untuk mempresentasikan makalahnya di Amerika Serikat, Austria, dan Turki.

Tahun 2021, Azzam terpilih sebagai salah satu dari “Sembilan Remaja Pembaharu Ashoka Young Changemaker 2021.” Menurut siaran pers panitia seleksi program ini, anak-anak muda itu dipilih dengan kriteria kemampuannya dalam: “menawarkan Solusi Kreatif bagi Masalah Sosial dan Lingkungan Hidup”. (https://koran.tempo.co/read/profil/466551/permainan-papan-untuk-misi-literasi).

Buku keempatnya berjudul: “Hikmah Sejarah untuk Indonesia Berkah” (Depok: YPI at-Taqwa, 2020). Kini, sehari-hari, selain kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) Mohammad Natsir, ia juga tinggal dan mengajar serta menjadi pembimbing santri di Pesantren at-Taqwa Depok. (Lebih jauh tentang profil Azzam Habibullah, lihat: https://azzamhabibullah.net).

Ada pun Fatih Madini, lahir di Depok, 9 September 2002. Sejak umur 10 tahun, berpindah dari sekolah formal, dan menjalani pendidikan non-formal tingkat Sekolah Dasar, di Pesantren Adab dan Ilmu (PADI) At-Taqwa, Cimanggis, Depok.

Sejak itu, bersama empat orang teman, Fatih Madini mulai menjalani konsep pendidikan berbasis adab, di bawah bimbingan langsung Dr. Muhammad Ardiansyah, yang menulis disertasi doktor tentang konsep pendidikan berbasis adab dari Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas.

Mulailah Fatih Madini dan kawan-kawan mengkaji kitab-kitab adab berbahasa Arab-Melayu, seperti Adabul Insan dan Risalah Dua Ilmu karya Sayyid Utsman, mufti Betawi, di zaman Hindia Belanda. Disamping itu, ia juga belajar bahasa Inggris, jurnalistik, dan sebagainya.

Setelah itu, ia dan teman-temannya menjadi santri angkatan pertama di Pesantren Shoul-Lin al-Islami, at-Taqwa, dan dilanjutkan ke PRISTAC (Pesantren for the Study of Islamic Thought and Civilization). Di sini, kajian berbagai kitab adab, aqidah, ilmu, fiqih, dan sebagainya terus dilanjutkan.

Di PRISTAC, para santri dididik dengan cukup intensif untuk memahami pemikiran-pemikiran kontemporer, pemikiran ulama Nusantara, dan juga diasah kemampuan komunikasi mereka, baik menulis maupun berbicara. Banyak diantara mereka telah menulis makalah-makalah ilmiah yang cukup baik.

Saat di PRISTAC itulah Fatih Madini menerbitkan bukunya: Mewujudkan Insan dan Peradaban Mulia (Depok: YPI At-Taqwa, 2018). Atas permintaan Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud, buku ini pernah dipresentasikan Fatih Madini di Forum Saturday Night Lecture di CASIS-UTM. (https://www.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2018/11/09/154377/santri-pristac-bedah-buku-fatih-madini-mewujudkan-insan-dan-peradaban-mulia.html). (https://wartapilihan.com/santri-milenial-di-forum-ilmiah-internasional/).

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button