RESONANSI

Buku “Tokoh-Tokoh Islam” Ini, Sayang Bila Dilewatkan

Buku baru karya Nuim Hidayat ini patut dikaji secara seksama. Buku ini menceritakan tentang 13 tokoh Islam yang mewarnai Indonesia di awal-awal kemerdekaan. Tokoh-tokoh yang ditulis dengan gaya bahasa yang menarik itu adalah: Tjokroaminoto, KH Ahmad Dahlan, KH Hasyim Asy’ari, Haji Agus Salim, KH Wahid Hasyim, Mohammad Natsir, Syafruddin Prawiranegara, Mohammad Roem, Hamka dan lain-lain.

Banyak informasi baru yang menarik yang ditampilkan buku ini. Anak-anak muda yang biasa menggali informasi dari internet, akan memperoleh limpahan informasi dari buku ini. Buku ini bersumberkan pada buku-buku sejarah baik yang lama maupun baru.

Tentang Tjokroaminoto misalnya, Dosen Akademi Dakwah Indonesia Depok ini menulis, “Tjokro memang hebat. Bersama Samanhoedi, ia merawat dan membesarkan Sarekat Islam (SI) yang berdiri di Solo 1912.. Empat tahun setelah didirikan, perserikatan itu memiliki lebih dari 180 cabang dengan 700 ribu anggota, 20 kali lipat dari jumlah awalnya.

Berbeda dengan Boedi Oetomo, pergerakan kebangsaan yang elitis dan khusus orang Jawa, Sarekat Islam anggotanya ‘seluruh Nusantara’ dan meniadakan hirarki Jawa-Belanda atau bangsawan dan rakyat biasa. Pemimpin-pemimpin SI duduk sejajar dengan pejabat Belanda, sambil menyerukan bahwa kaum Pribumi sama-sama manusia seperti orang Belanda. Pada saat itu pribumi dijuluki Belanda sebagai “seperempat manusia”.

Dengan adanya SI, rakyat biasa seperti memiliki identitas baru. Mereka sangat antusias ketika kongres SI pertama diadakan di Solo, 1913. “Pukul setengah enam sore di stadium NIS, Balapan Solo, orang-orang berdesakan. Mereka menumpang kereta api yang baru tiba dan penjemputnya. Berpuluh-puluh andong, semua berbendera dengan tulisan SI, penanda kereta kuda itu telah disewa perkumpulan Sarekat Islam. Orang yang bukan anggota SI dan tidak dijemput kendaraan terpaksa berjalan kaki. Tidak ada satu andong pun yang tidak berbendera SI. Di situ semua orang Islam menunjukkan sepakatnya hati seorang dengan yang lainnya. Di jalan-jalan semua anggota SI menunjukkan kesenangannya. Semua kereta SI menuju Kampung Kabangan, tempat vergadering Bestuur –kongres- digelar.”

Tentang KH Ahmad Dahlan, pengajar Pesantren At Taqwa Depok ini di antaranya menulis,

“Masuknya Kiyai Dahlan ke Budi Utomo, karena ia ingin mewarnai gerakan itu dengan Islam. Ia ingin organisasi itu lebih dekat kepada umat Islam, dari pada pemerintah Belanda. Maka dalam beberapa kali pertemuan dengan pengurus Budi Utomo, ia memasukkan sedikit demi sedikit pengertian tentang Islam. Ia juga memasukkan materi agama Islam sebagai pelajaran tambahan kepada para siswa di Kweekschool (dahulu disebut Sekolah Raja) di Jetis Yogyakarta. Raden Budiharja yang saat itu menjabat sebagai Kepala Sekolah Kweekschool menerima dengan baik gagasan Kiyai Dahlan itu. Maka sejak saat itu, pelajaran agama Islam menjadi salah satu materi pelajaran di sekolah umum.

Selain menjadi anggota dan pengurus Budi Utomo, KH Ahmad Dahlan juga menjadi anggota dan penasihat Jamiah Khairiyah Jakarta dan anggota Panitia Tentara Pembela Kanjeng Nabi Muhammad Saw.

Pengalamannya dalam organisasi dan silaturahmi dengan banyak ulama dan tokoh, menjadikan Kiyai Dahlan semakin matang dalam kehidupan. Ia kemudian mempunyai gagasan untuk membuat organisasi besar sebagai kendaraan bagi umat Islam Indonesia.

Untuk mewujudkan gagasannya ini ia berdialog dengan banyak ulama, para pemuda dan santrinya. Ia menyatakan bahwa organisasi ini akan dinamai Muhammadiyah yang artinya pengikut Nabi Muhammad saw. Kiyai Dahlan juga mengajak beberapa anggota Budi Utomo untuk menjadi pengurus Muhammadiyah. Diantara yang sanggup untuk bergabung adalah Raden Haji Syarkawi, H Abdulghani, HM Syuja’, HM Hisyam, HM Fakhurudin dan HM Tamim. Seluruhnya warga Kauman.”

1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button