OPINI

Liberalisme Peter Pan Ala Reynhard

Reynhard Sinaga menjadi “Predator Seks” terbesar dalam sejarah hukum di Inggris. Reynhard didakwa melakukan 159 kejahatan seksual, 136 pemerkosaan dan 8 serangan seksual. Paling tidak ada 48 lelaki yang jadi korbannya. Pihak kepolisian Manchester mengklaim bahwa korban bisa mencapai 190 orang.

Kejahatan tersebut dilakukan dalam rentang waktu 2,5 tahun dari 1 Januari 2015 hingga Juni 2017. Tak tanggung – tanggung vonis bui seumur hidup pun diberikan.

Suzanne Guddart, salah satu hakim dalam persidangan menyebut Reynhard Sinaga sebagai “Predator Seks Setan”. Di samping banyaknya dakwaan kejahatan, Reynhard tidak menunjukkan rasa bersalah selama persidangan. Dalam aksinya, Reynhard membius korban dengan minuman bercampur GHB (gamma hidroksibutirat). Ia pun memvideokan kebejatannya hingga 3,29 terra byte yang setara dengan 250 DVD. Barang – barang korban dijarahnya. Foto profil FB korbannya menjadi semacam trofi keberhasilan aksinya. Sedangkan korban – korbannya mengalami trauma seperti penuturan Dr Sam Warmer.

Reynhard Sinaga mengidap penyakit kejiwaan yang disebut schadenfreud. Schadenfreud adalah penyakit merasa gembira atas penderitaan orang lain. Di dalam penderitaan orang lain terdapat sesuatu hal yang baik bagi dirinya. Schadenfreud menjadi gejala adanya psikopat seksual seseorang. Ia tidak akan berempati pada orang lain. Ia tidak akan menghiraukan penderitaan orang lain. Yang penting dirinya senang dan puas.

Dengan bangganya Reynhard menyebut dirinya sebagai Peter Pan. Ia selalu terlihat lebih muda dari usianya. Usianya sendiri 36 tahun yang tidak bisa lagi disebut masih muda. Inilah modal besarnya dalam pengembaraan seks LGBTnya. Dengan wajah ceria dan enak diajak bicara menjadi perangkapnya. Ditunjang pula gaya hidupnya yang glamour. Ia hanya bersenang – senang. Fasilitas dan harta melimpah dari orang tuanya.

Penyakit schadenfreud menurut penelitian Urisnus College muncul dari sebuah kecemburuan atas sebuah keadaan. Di Manchester Inggris, ditemukannya kebebasan seksual ala LGBT, yang tidak ada di Indonesia, negerinya.

Kecenderungan LGBT dalam dirinya terlihat dari sikap tertutupnya. Di lingkungan keluarganya, ia mengubah model rambut dan penampilannya biar terlihat normal. Rasa enggannya untuk pulang ke Indonesia. Hal tersebut dikarenakan orang tuanya akan menjodohkannya dengan seorang gadis. Dan faktor terbesarnya adalah lingkungan flatnya yang dekat dengan Gay Village, surga bagi kaum LGBT di Manchester Inggris.

Liberalisme kehidupan termasuk dalam perkara seksual, membuka peluang munculnya sosok Reynhard Sinaga. Bisa saja Reynhard Sinaga membela diri bahwa itu adalah hak asasinya. Di lain pihak, para korban Reynhard juga bisa beralasan serupa. Akan tetapi, kalaupun para pelaku LGBT mengklaim suka sama suka, apakah mereka tidak bisa disebut menelantarkan hak asasinya kaum wanita di dunia? Lebih jauh lagi hak bagi kemanusiaan yang bisa hancur karena LGBT. Lantas siapakah yang bisa disebut benar dan salah dalam kehidupan yang liberal ini?

Demikianlah potret dari individu dan kehidupan manusia yang sakit dalam bingkai kehidupan yang liberal. Segala bentuk pelanggaraan meniscayakan muncul dari paham liberalisme. Dunia pendidikan yang nihil dari nilai – nilai halal dan haram layaknya mesin – mesin penyubur bagi paham liberalisme di tengah – tengah kehidupan.

Dari fenomena Reynhard tersebut, kita dapat mengambil dua hal penting yang patut cermati berikut ini.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button